Kebangkitan Taliban, Kekuasaan, dan Sudut Pandang Dampak Berkelanjutan
Baru-baru ini kabar
yang menggemparkan mencuat ke permukaan. Kelompok Taliban telah berhasil
menduduki daerah kekuasaan Afghanistan. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih
dahulu bahwasannya Taliban merupakan gerakan yang didominasi oleh orang-orang
Pashtun dan pertama kali ada di pesantren dengan kebanyakan gerakannya dibiayai
oleh pihak Arab Saudi yang diketahui biasanya menganut aliran Sunni. Dalam
gerakannya ada satu pokok yang menjadi tekad kuat mereka berkuasa, yakni untuk
mengembalikan sebuah perdamaian serta rasa aman yang menginduk pada Syariah
Islam.
Taliban sempat
menumbangkan kekuasaan rezim Presiden Burhanuddin Rabbani (Salah satu penentang
pendudukan Uni Soviet di Afghanistan). Sekitar tahun 1998 Taliban mampu
menguasai 90 persen wilayah dari Afghanistan. Salah satu yang menyebabkan berhasilnya
kelompok ini ialah karena masyarakat Afghanistan sendiri yang lelah dengan
keadaan korupsi, pelanggaran hukum, dan lain sebagainya sehingga mereka
menyambut Taliban sebagai pemegang kekuasaan saat itu.
Namun, dalam
praktiknya Taliban menjalankan hukuman berdasar kepada penafsiran mereka akan
hukum syari`ah, melarang berbagai media hiburan (Televisi, musik, dan bioskop),
tidak mengizinkan anak perempuan diatas 10 tahun untuk mengenyam pendidikan,
dan berbagai tindakan lain yang sifatnya amoral dan dianggap melanggar hak
asasi manusia dan budaya. Pada tahun 2001 Taliban pun sempat menuai kecaman
internasional sebab aksinya yang menghancurkan patung Buddha Bamiyan.
Di sisi lain
disinyalir gerakan Taliban berasal dari Pakistan sebab pada kenyataannya warga
Afghanistan banyak yang mengikuti gerakan ini dengan latar pendidikan sebagai
lulusan madrasah di Pakistan. Bahkan Pakistan masuk dalam daftar negara yang
mengakui kekuasaan Taliban bersama dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Namun kali ini
di tahun 2021, tepat pada tanggal 17 Agustus kemarin juru bicara Taliban dalam
konferensi pers seakan memberikan janji manis bagi semua pihak yang meragukan Taliban
dalam kekuasaannya berdasarkan pada sejarah dan luka lama yang ditorehkan oleh Taliban.
Zabihullah
Mujahid, sebagai juru bicara menggelar jumpa pers untuk pertama kalinya setelah
menduduki Afghanistan. Ia memaparkan janjinya yang antara lain diketahui ialah
perihal hak perempuan yang akan dilindungi dalam kerangka islam, mereka
berjanji tidak akan menyebabkan permusuhan baik dalam ranah internal maupun
eksternal, mereka bahkan mencoba untuk meluruskan ketegangan yang terjadi saat
ribuan masyarakat Afghanistan menolak bergabung dengan pemerintahannya, serta
adanya keterbukaan pemerintahan Taliban bagi pers untuk membantu mereka dalam
membenahi kesalahan pemimpin kelak.
Namun nyatanya
itu tak cukup kuat untuk meyakinkan dunia internasional yang sudah terdoktrin
dengan sejarah kelam mereka di masa lampau. Hal ini diperkuat dengan adanya
dugaan anggota Taliban yang pada 2 Agustus menembak mati penerjemah Amdadullah
Hamdard (Kontributor surat kabar Jerman) kemudian pada pertengahan Juli lalu
seorang fotografer india terkenal bernama Danish Siddiqui juga tewas tertembak
dengan dugaan oleh oknum yang berasal dari gerakan Taliban seperti yang sudah
dilansir oleh detiknews.com.
Tak hanya itu,
ada juga pernyataan oleh Direktur Jenderal DW yakni Peter Limbourg, yang
membenarkan bahwa ada pembunuhan kerabat dekat dari editor mereka. Bahkan ia
berasumsi bahwa Taliban tengah melakukan serangan yang terorganisir untuk
memburu para jurnalis.
Peristiwa akibat
ulah Taliban ini mengingatkan kita pada politik Arab yang dikenal dengan Arab Spring di Timur Tengah. Kedua
gerakan ini sama-sama terlahir dari keresahan akibat pemerintahan yang dianggap
tidak becus dalam menangani permasalahan pokok negeri sehingga lahirlah
pemberontakan dari kalangan yang ingin merubah sistem pemerintahan utamanya
yang paling disoroti ialah mengenai rencana sistem berdasarkan konsep islam.
Dilansir dari kompas.com,
dampak yang ditorehkan oleh adanya Arab
Spring ialah tidak stabilnya harga minyak dunia, adanya krisis pada ranah
penting (Ekonomi, sosial, dan politik), semakin kuatnya pengaruh politik islam,
timbulnya keinginan dari negara-negara barat untuk mencampuri urusan politik
utamanya di kawasan Timur Tengah.
Kejadian
tersebut lahir atas daya upaya diterapkannya sistem yang sudah tidak sesuai
dengan tujuan sebenarnya. Segala iktikad tentang perubahan kearah yang lebih
baik dengan sistem politik islam secara menyeluruh tidak lagi menjadi tujuan,
dan malah beralih pada kepentingan golongan. Lagipula gejala yang terjadi
setelah digunakannya sistem tersebut malah membuat pemerintahan semakin tidak
terkendali, ajuan sistem seperti yang dikatakan menggunakan sistem islam murni
tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan cenderung menyalahi hak asasi
manusia seperti apa yang sudah dijelaskan diatas mengenai Taliban di era
kependudukannya dalam pemerintahan lampau.
Bisa dikatakan
beberapa oknum berlindung dibalik nama Islam untuk mencapai kepentingan
golongannya. Bagaimana bisa diasumsikan demikian? Sebab tak ada dalam ajaran
islam mengenai cara mengatasi masalah dengan menumbuhkan masalah yang baru,
entah berupa kekerasan, intimidasi, dan upaya menjatuhkan golongan lain demi
menjunjung golongannya sendiri.
Apabila nanti
kekuasaan Afghanistan oleh Taliban diakui oleh beberapa negara lain, dikhawatirkan
akan menimbulkan efek yang merambah ke berbagai negara yang dominasinya
dipegang oleh mayoritas muslim. Maka kebangkitan Taliban akan menjadi kiblat
bagi negara tersebut untuk menegakkan sistem pemerintahan dan politik islam di
dalam suatu negara. Hal ini akan menimbulkan perpecahan di dalam tubuh internal
nantinya sebagai efek berkelanjutan kekuasaan Taliban.
Di Indonesia
sendiri seperti apa yang diberitakan dalam media pemberitaan online yakni
detiknews.com berupa dampak terhadap gerakan teroris. Bahkan salah satu pakar
terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar menjabarkan beberapa
kemungkinan dampaknya. Dampak tersebut antara lain berupa adanya keinginan
untuk hijrah kesana, timbulnya keinginan melihat bendera tauhid kedutaan Afghanistan
di Jakarta, serta polah tingkah yang ingin mengikuti jejak Taliban.
Sebagai generasi
muda hendaknya kita mampu menela`ah gerakan yang akan memberikan dampak besar
bagi kelangsungan hidup bernegara. Apabila ada sistem yang buruk di
pemerintahan maka dicarilah jalan keluar atasnya, sebab mengganti sistem pada
kenyataannya tidak dapat merubah banyak kekeliruan dan bahkan malah menambah penyimpangan
yang lainnya. Yang perlu ditekankan adalah mengkaji ulang apakah suatu sistem
tersebut cocok dengan perkembangan zaman dan dunia yang serba maju ini, atau
malah mungkin akan menghancurkan sistem itu sendiri dalam batang tubuh
pemerintahan dan berujung pada kehancuran yang dampaknya tidak main-main serta
merugikan semua lapisan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar