Cerpen : "Kalau Kucing Bisa Bicara"

Malam hari yang melelahkan, ditambah dengan rintik hujan yang sudah mulai turun membasahi bumi memaksa Kevin harus meneduh sebentar. Ia menggiring motornya ke pinggir jalan dengan lambat. Kevin berlari kecil menuju halte, hidungnya mulai terlihat memerah karena suhu kota yang tak bersahabat di kala hujan melanda.


“Aku pikir berteduh sebentar tak akan masalah,” ucapnya dengan sengau.


Perlahan ia merapatkan jaketnya, mengusap kedua telapak tangan berharap itu akan sedikit menghangatkan badannya. Ia terus menggerutu karena tak seharusnya ia melembur kalau saja temannya masuk kerja. Hari ini ia begitu kerepotan, belum lagi kejengkelannya yang tak usai setelah puas menendang bahkan menyiram kucing liar yang mencuri sepotong ayam favoritnya di meja kantin.


“Oh sial sekali, aku masih ingat betapa kucing liar itu merasa keenakan memakan ayam di akhir bulan,”


“Aku harap Tuhan membalas kebaikan untukmu, bukannya sengaja aku melakukan itu. Aku makan kalau saja aku menemukan remahan makanan yang bisa kumakan. Aku minum apa saja yang kurasa masih bisa diminum olehku dijalanan. Saat itu aku sudah tak tahan, jadi tolong maafkan aku,”


Suara asing menyapa rungu Kevin. Kevin mengedarkan kedua bola matanya, sayang ia tak menemukan sosok apapun yang bisa disebut dengan manusia. Ia masih terkejut namun berusaha terlihat senormal mungkin sebab ia tipikal orang yang tak percaya hal-hal yang berbau mistis.


Ia terdiam menatap laju mobil yang saling berpacu dengan derasnya hujan. Sekali lagi ia mendengar suara itu untuk kedua kalinya.


“Lalu aku harus bagaimana? Aku juga kelaparan kau tahu. Bahkan aku harus bersabar saat manusia memukul tubuh kecilku karena aku membuat tempat sampah mereka berantakan. Bagaimana? Aku hanya lapar,”


“Kau dimana? Hei!.. kenapa tidak menunjukkan dirimu?” Kevin mulai merasakan bulu romanya berdiri.


“Aku berada tepat dibawah kakimu, apa kau akan menendangku lagi karena marah?,”


Refleks Kevin mencari di kolong kursi halte itu, ia terkejut sekaligus bingung mendapati apa yang dilihat oleh kedua bola matanya. Gumaman kecil lolos dari bibirnya, bagaimana mungkin ia berkhayal di malam hari.


“Kau percaya aku dapat bicara denganmu,”


Kevin membelalak dan terlonjak kaget hingga menjatuhkan ponselnya kebawah. Ia dengan keterkejutannya berusaha menarik nafas dalam dan dengan gemetar menjulurkan tangan untuk meraih ponselnya. Ia pun memberanikan diri menatap hewan kurus kering itu dengan tatapan tak percayanya.


“Apa kau semacam siluman?,”


“Aku juga tidak tahu mengapa kau bisa mendengarku. Kau masih ingat aku kan?,”


“Yahh, bagaimana aku bisa melupakan perbuatanmu yang brutal mencuri ayam gorengku siang tadi,” Sungut Kevin.


“Tapi kau sudah memukul, menendang, bahkan menyiramku dengan air dingin. Apa itu masih kurang? Lagipula aku telah meminta maaf dengan tulus padamu,”


“Kau lancang,”


“Kalau aku lancang, kau apa?,”


Keheningan mulai terjadi, tak ada yang berbicara lagi sepatah kata pun. Keduanya seperti sedang tenggelam pada dunia imajiner mereka sendiri. Yah, walau bagaimanapun nalar tak akan mencapai pikiran di mana hewan bisa berkemampuan khusus dapat berkomunikasi dengan manusia ataukah manusia yang dapat berkomunikasi dengan hewan. Sejurus kemudian kucing itu melangkah pelan dan meloncat ke kursi halte dengan menghadap tepat pada Kevin.


“Akuuu akuu yah seperti yang kau tahu, hanya kucing liar biasa yang hidup di jalanan. Bukannya aku tidak bersyukur Tuhan menciptakan aku dalam wujud hewan lucu seperti ini. Tapi takdir berkata lain bagi spesies yang berbeda dan dipelihara dengan manusia. Mereka makan dengan tenang, tidak pernah merasakan air yang tergenang di jalanan, tidur dibawah naungan yang bernama rumah, dipeluk dan disayang. Sedang aku? Berjalan dan berpapasan dengan manusia saja sudah ditendang, dilempari batu, disiram air panas sampai melepuh, dan kejadian lain yang membuatku tersiksa,”


“Cukuuup,” seloroh Kevin.


“Aku sudah banyak mendengarmu, jadi jangan teruskan bicaramu. Kau kucing aneh yang pernah kutemui. Entah aku atau dirimu yang diberi keajaiban oleh Tuhan. Persetan dengan itu, mari lupakan saja kejadian siang tadi. Baik aku ataupun kau bisa dihitung impas kan?,”


Kevin menyodorkan tangan kanannya seolah ingin mendapat jabat tangan dari si kucing tersebut. Betapa terkejutnya Kevin melihat tangan mungil kucing itu berdarah.


“Hei, ituu terluka,”


“Jamur di badan, borok, nanah, darah segar bukankah itu sudah biasa kau temui dibadan kucing liar sepertiku,”


Tiba-tiba pupil mata kucing itu melebar, ternyata pandangnya fokus terhadap seorang tukang becak yang melempar sisa tulang ikan ke semak belukar disamping tenda warung makan. Tanpa berpikir panjang kucing itupun berlari secepat kilat dan kejadian tak terduga pun harus terjadi. Tubuh kurus keringnya gepeng terlindas truk yang melintas kala itu, isi perutnya membuncah keluar dengan banyak darah yang membasahi aspal jalan. Kevin yang terkejut pun berlari ke tengah jalan dan membuka jaketnya untuk membungkus tubuh kucing yang telah remuk dan hancur tersebut. Hingga,


Byurrrrrrrrr!


Air membasahi mukanya yang masih sepat karena terlelap dalam tidur. Kejadian yang baru saja dialaminya ternyata hanyalah bunga tidur semata. Dan air tadi adalah tingkah usil sahabatnya Dio yang geram melihatnya meracau di jam 6 pagi.


“Kenapa menyiramku?”


“Kau berteriak tidak jelas dan mengagetkanku yang baru satu setengah jam tertidur. Kau ini jahat sekali,”


“Apa aku begitu?,”


“Sebenarnya kau bermimpi apa? Sampai berkeringat dingin seperti itu,”


“Tidak ada, aku ingin melakukan penebusan dosa,”


“Pfft.. ha ha ha, apa katamu tadi? Kau adalah pendosa memang. Tapi dengan cara apa kau melakukan itu?,” tawa Dio menggelegar ke seisi ruang kos itu.


“Membeli makanan kucing dan memberikannya pada kucing liar yang kutemui disepanjang jalan. Bagaimana?,”


Dio yang mengernyitkan dahi memilih ber”oh” ria saja menghadapi tingkah aneh sahabatnya itu. Dio berpikir mungkin saja Kevin diberi hidayah setelah kemarin saat di tempat kerja sibuk menyiksa kucing yang telah mencuri ayam gorengnya itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!