Resensi Buku : "Senyum Karyamin" Kumpulan Cerita Pendek oleh Ahmad Tohari
Judul : Senyum
Karyamin
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : PT. Gramedia
Pustaka Utama
ISBN :
978-979-22-9736-2
Ahmad
Tohari merupakan salah satu sastrawan Indonesia kelahiran Tinggarjaya,
Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948. Ia menyelesaikan sekolah
menengah atasnya di Purwokerto, dan melanjutkan perkuliahannya di Fakultas Ilmu
Kedokteran Ibnu Khaldun di Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas
Jenderal Soedirman di Purwokerto (1974-1975), serta Fakultas Ilmu Sosial &
Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976).
Dalam
ranah jurnalistik, Ahmad Tohari sempat bergabung menjadi staf redaktur harian
Merdeka, majalah Amanah, serta majalah Keluarga di Jakarta. Dalam
sumbangsihnya, ia melahirkan beberapa novel dan kumpulan cerita pendek. Antara
lain yang terkenal ialah trilogi buku yang sempat dibuat versi filmnya yakni Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini
Hari, dan Jantera Bianglala serta novel lainnya seperti Di Kaki Bukit Cibalak serta Kubah. Sedangkan cerpennya yang meraup penghargaan
contohnya ialah Jasa-jasa buat Sanwirya.
Dalam
pembahasan kali ini ialah buku kumpulan cerpennya yang dikumpulkan oleh Maman
S. Mahayana yang juga dipercayai oleh Ahmad Tohari untuk menjadi editor buku
ini sekaligus. Ada 13 cerpen di dalam buku ini, yang antara lain dapat
disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut :
1. Senyum Karyamin, seorang pengumpul batu
yang hidup dalam kemiskinan dan kelaparan namun harus membayar iuran untuk
membantu orang Afrika. Karyamin ialah orang yang sederhaana dan rendah hati,
bahkan di saat tersulitnya pun ia tetap tidak ingin menyusahkan orang lain.
2. Jasa Jasa Buat Sanwirya, Pak Sanwirya
seorang pengambil nira untuk dijadikan gula. Ia terjatuh dari pohon dan
mengalami cidera serius, dari situ ada beberapa orang desanya yang mencoba
mencarikan jasa bagi Sanwirya untuk kebutuhan baik bagi sakitnya maupun
keperluan makan dan biaya pengobatan dukun. Namun dari pembicaraan mereka
seolah ingin menjual nama Sanwirya untuk keuntungan bahkan asuransi yang
menghasilkan banyak uang.
3. Si Minem Beranak Bayi, Kasdu dan Minem
adalah pasangan sejoli yg belum cukup usia. Minem yg masih berusia 14 tahun
tengah mengandung anak, namun karena kemalasan Kasdu akhirnya Minem harus
mengambil air yg tempatnya jauh sehingga terjadilah tragedi dimana Minem dengan
kandungan berusia 7 bulan sudah harus melahirkan.
4. Surabanglus, Kimin dan Suing tengah
mencuri kayu di hutan, itulah sebabnya mereka dicari oleh polisi hutan. Namun,
di tengah pelarian mereka ke tengah bukit persil keduanya lemah karena sudah
haus dan lapar, kemudian Suing membakar surabanglus atau singkong beracun
karena sudah kelaparan. Ia yg tak kuasa menunggu Kimin mencari makan dan minum
pun memakan habis singkong beracun tersebut.
5. Tinggal Matanya Berkedip-Kedip, Si
Cepon adalah seekor Kerbau yg awalnya tidak mau bekerja untuk membajak sawah.
Menyiasati hal tersebut dipanggilah pawang yg bernama Musgepuk, ia menyiksa dan
memperlihatkan kepiawaiannya dalam menaklukkan binatang. Namun hal tersebut justru
membuat si Cepon terkulai lemas dan pasrah terhadap perlakuan Musgepuk, Musgepuk
yang kecewa pun pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
6. Ah, Jakarta, kisah mengenai dua sahabat
yg salah satunya adalah seorang gali. Temannya tersebut habis melakukan operasi
pencurian barang elektronik di rumah korban dan kabur menggunakan mobil sewaan,
seketika mobil tersebut menghantam tiang listrik teman operasinya meninggal
semua sedangkan dia hidup dan kabur. Namun beberapa waktu berlalu ia pun
meninggal dalam keadaan mengapung di sungai.
7. Blokeng, ini tentang seseorang wanita
yang dianggap tidak bermatabat di sebuah desa. Blokeng melahirkan seorang anak
yang tidak diketahui siapa ayahnya. Blokeng tinggal dan bersarang di dekat
sampah di pasar, ia memberikan keterangan tentang siapa yg menghamilinya
sehingga banyak lelaki desa yg menyangkal hal tersebut dengan melakukan
kebalikan dari ciri yg disebutkan oleh Blokeng.
8. Syukuran Sutabawor, Tersebutlah di
sebuah desa diberitakan seorang Sutabawor yg melakukan syukuran setelah sekian
lama pohon jengkolnya tidak berbuah. Ia kemudian disarankan oleh mertuanya
untuk membacakan mantra dari masa lampau. Kemudian pohon jengkol berbuah,
ternyata pohon tersebut berbuah karena tidak sudi harus menjadi papan
pendamping bagi mayat priyayi akhir zaman yang dianalogikan sebagai orang
lampau yang bekerja pada orang asing dan tidak mau memperhatikan rakyat jelata.
9. Rumah yang Terang, seorang ayah dan
anak yang disindir oleh tetangganya di kampung karena tak kunjung memasang
lampu karena listrik sudah 4 tahun tersalurkan ke desa. Ternyata ayah dari
seorang anak tersebut menginginkan cahayanya tidak boleh terlalu boros dipakai
sebab agar nanti saat kematiannya tidak kekurangan sedikitpun cahaya.
10. Kenthus, kisah seorang biasa yg
dipercaya RT untuk mengumpulkan buntut tikus setoran warga. Ia yang sempat
bermimpi menunggang macan menganggap dirinya lebih besar daripada warga di desanya,
ia menjadi sombong, dan berlagak seolah dia adalah seorang penguasa.
11. Orang-Orang Seberang Kali, mengisahkan
orang yg sebenarnya jaraknya dekat namun berbeda perilaku. Orang seberang kali
ada yang bernama Madrakum seorang yang terkenal kepiawaiannya dalam adu ayam
jago. Suatu hari ia sekarat, dan saudaranya yang bernama Samin meminta tokoh
aku untuk membaca ayat suci al-quran sehingga ia dikabarkan meninggal dalam keadaan
yang tidak wajar.
12. Wangon Jatilawang, Bercerita tentang
seorang kerdil yang bernama Sulam. Ia orang berketerbelakangan mental dan jarang
disukai orang. Namun ia selalu diterima dirumah seorang tokoh aku. Bahkan tokoh
aku paling ramah terhadap Sulam saat orang lain tidak memperdulikannya.
13. Pengemis dan Shalawat Badar, Sang
penumpang mendapati pengemis yg bershalawat sambil menengadahkan tangan. Dalam
pemikiran ia seakan mengecam perbuatan shalawat yang disandingkan dengan
tengadah meminta belas kasih harta.
Sebenarnya dalam
ke 13 cerita pendek tersebut mengandung amanah yang teramat dalam dan sesuai
sebagai kritik sosial di masyarakat luas. Ahmad Tohari menampilkan dunia dalam
kehidupan yang tak lepas dari unsur pedesaan dan kehidupan orang-orang kecil
lugu serta sederhana. Dalam setiap ceritanya Ahmad Tohari memberikan kesan
penuh dan khayali yang kuat bagi pembaca dengan menjelaskan secara penuh
terkait latar tempat yang ada, hal ini membantu pembaca untuk membayangkan
lebih jauh terkait dengan latar dalam cerita, pembawaannya yang sederhana pun
mudah dimengerti sehingga buku ini bisa dinikmati dari semua kalangan.
Komentar
Posting Komentar