Resensi Buku : Ibunda

Resensi Buku

Judul buku       : Ibunda

Pengarang        : Maxim Gorky

Penerjemah     : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit           : Kalyanamitra

ISBN                  : 978-602-97900-2-3

Aleksei Maksimovich Peshkov, atau yang lebih dikenal dengan nama Maxim Gorky merupakan seorang pengarang asal Rusia. Selain itu ia juga merupakan bagian dari aktivis politik dan pendiri dari metode sastra realisme sosialis. Maxim dilahirkan di Kota Nizhny Novgorod pada tanggal 16 Maret 1868.

Maxim Gorky pada dasarnya merupakan sosok yang memiliki pemikiran sosialis. Ia adalah sosok yang semasa hidupnya dihabiskan dalam lingkup kehidupan yang kental akan suasana politik. Itulah sebabnya mengapa tulisan yang ditorehkannya mencerminkan kehidupan politik yang sesungguhnya memuat masalah kompleks kehidupan.

Maxim menulis mengenai buku Ibunda pada tahun 1906 yang didalamnya mengulik kisah para tenaga kerja pabrik era revolusioner. Tepat di tahun 1906 novel ini terbit untuk pertama kalinya dalam bahasa Inggris (Dalam Appleton`s Magazine), dan pada tahun 1907 diterbitkan menggunakan bahasa Rusia.

Sedangkan di Indonesia sendiri novel Ibunda yang notabenenya merupakan novel sastra asing dan perlu diterjemahkan, terbit pada tahun 2000 dan pada tahun 2002 terbitan keduanya keluar. Novel ini diterjemahkan oleh Pramoedya Ananta Toer pertama kalinya dalam tahun 1955. Pramoedya menerjemahkan asalnya dari Bahasa Belanda, sebab dalam bahasa tersebut minim perombakan edisi daripada versi yang berbahasa Inggris.

Novel Ibunda mengisahkan peliknya kehidupan seorang wanita yang hidup dalam era revolusioner. Berbeda dengan novel pada umumnya, novel ibunda menyajikan seorang tokoh utama yang penggambaran visualnya jauh dari kata baik-baik saja. Seperti halnya keadaan fisik yang buruk tersebab mengalami kekerasan dalam rumahtangganya.

Tokoh ibunda harus mengalami kekerasan di masa pernikahannya dengan suami. Bahkan ia selalu mendapatkan perlakuan tidak baik sampai beberapa luka diwajahnya begitu kentara dan membekas. Suaminya selain seorang yang kasar, juga merupakan seorang pemabuk. Di sisi lain, tokoh ibunda juga harus mampu membesarkan putra semata wayangnya dalam lingkup yang kurang baik semacam itu. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri dalam cara dan pola asuhnya.

Novel ini pun turut menggambarkan secara luas bagaimana kehidupan masyarakat Rusia yang dirundung badai kemiskinan dan dipenuhi oleh ketakutan nyata dibaawah kekuasaan Tsar. Hal ini pun langsung dijelaskan diawal mengenai suasana perkampungan kumuh dan keadaan masyarakat sekitar yang salah satunya juga merujuk pada budaya buruk lelakinya yang sering menyakiti wanita dan berkepribadian serupa seperti halnya mabuk.

Sosok ibunda disini dilukiskan sebagai sosok yang aktif bahkan produktif dalam sejarahnya untuk turut andil dalam mengubah masyarakat. Ia bukanlah sosok ibu yang lemah dan hanya mengikuti keegoisannya untuk kesuksesan yang nantinya dicapai oleh putranya. Ia adalah sosok dengan rasa cinta yang luas, memberikan cahaya bagi perasaan sulit anak-anak pula selama menghadapi represi kekuasaan Tsar.

Masalah mulai terlihat tatkala Ibunda mengetahui sedikit demi sedikit apa yang diperbincangan oleh putranya yang bernama Pavel, mengenai gerakan yang memperjuangkan kaum buruh. Dari sinilah ibunda mulai mengerti dan khawatir terhadap putranya yang berkemungkinan akan ditangkap oleh pihak berwajib sebab merupakan bagian dari aktivis yang aktif dalam gerakan politik.

Cover buku ini sudah cukup menarik untuk membuat pembaca tertarik membacanya. Visual yang digambarkan sarat akan makna dan sesuai menggambarkan bagaimana visualisasi sosok ibunda. Mengenai alur yang disajikan cukup membingungkan, selain dari itu sebab ini juga merupakan buku terjemahan maka agak susah untuk memahami bahasanya.

Buku ini sangat cocok untuk menjadi acuan bagi pemuda utamanya wanita dan para ibu. Sebab di dalamnya membahas mengenai seorang wanita yang juga memperjuangkan haknya dan menuntut untuk turut berpartisipasi secara aktif dan produktif bagi kaum perempuan yang umumnya tidak bisa ditawar.

Perempuan seharusnya berada di garda terdepan dalam dunia di segala bidang atau setidaknya dalam bidang kesusastraan, sehingga dapat menuliskan bagaimana posisi wanita selama ini  dan perannya yang turut andil disamping lelaki. Setidaknya ini untuk mendobrak budaya yang mengakar pada masyarakat, utamanya patriarki dalam sisi lain (buruk, seperti halnya yang dialami ibunda saat diperlakukan oleh suaminya).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!