Resensi Buku : Lalita (Ayu Utami)
Judul : LALITA
Pengarang : Ayu Utami
ISBN : 978-979-91-0493-9
Penerbit : PT. Gramedia
Lalita
merupakan buku karangan dari seorang aktivis jurnalis dan sastrawan Indonesia,
yang juga berhasil menerbitkan buku utamanya menjadi pemenang roman terbaik
Dewan Kesenian Jakarta 1998, Saman. Ialah Ayu Utami yang dikenal dengan gaya
penulisan spektakuler sebab menyajikan potret dan refleksi mengenai sejarah
Indonesia. Hampir kesemua karyanya memuat gambaran keadaan dan peristiwa
manusia Indonesia yang terjadi dengan rentang tahun 1900an hingga tahun 2000an.
Pada
tahun 2012 Ayu tampil dengan buku yang nyatanya seri lanjutan dari buku
“Bilangan Fu”. Namun tak perlu dirisaukan, sebab setiap buku memiliki letak
permasalahan berbeda yang tidak berkesinambungan satu sama lain. Meskipun tokoh
yang diangkat dalam serinya tetaplah tokoh yang sama.
Buku
dalam pembahasan kali ini berjudul Lalita, yang mana menggambarkan kisah
pertemuan antara tokoh utama ialah Sandi Yuda dengan tokoh indigo yakni
perempuan berparas cantik. Lalita Vistara namanya, dengan riasan tebal dan
arogansi sikap kecanggihannya yang elegan. Tak lupa pula tokoh lainnya yang
juga memegang peranan penting dalam cerita yakni Parang Jati, Marja, Jisheng,
dan Jataka.
Buku
ini ceritanya berkisar mengenai dokumen penting berupa buku milik keluarga
Lalita, yang mana catatan buku tersebut sebagian telah Lalita salin ke dalam
sebuah buku indigo yang dimilikinya. Buku tersebut merupakan catatan penemuan
dan pengalaman intelektual penting dari seorang Yahudi Eropa di awal abad ke
20, yakni kakek dari Lalita. Buku catatan asli inilah yang menjadi poros cerita
sebab diperebutkan demi kepentingan pribadi oleh Jataka yang merupakan kakak
dari Lalita sendiri.
Kisah ini
berlanjut pada keadaan yang mengharuskan Sandi Yuda terjerembab ke dalam
kekelaman yang mengantarkan ia ke dalam hubungan seksual dengan Lalita, yang
kemudian ia ketahui sebagai axis mundi.
Inilah awal petualangan dari Sandi Yuda sendiri, Parang Jati sahabatnya, dan
Marja kekasih yang secara tidak langsung ia khianati.
Dalam
hal ini pada dasarnya Lalita ingin menyampaikan sudut pandangnya mengenai
kekaguman pada nusantara yang dikenal sebagai poros dunia, utamanya Candi
Borobudur. Semua tertuang dalam buku catatan lama kakek Lalita yang
menggambarkan mengenai bagan – bagan mandala, dan petualangannya yang bertemu
dengan berbagai tokoh dunia yang terkenal.
Menariknya,
di dalam buku dikatakan bahwasannya apabila kita ingin mengetahui dimana poros
atau titik nol dalam diri maka kita harus bisa melihat bayangan hitam kita
sendiri. Disinilah axis mundi
(terlepas dari permisalan hubungan sex di awal) mulai tergambarkan jelas, yang
dikatakan bahwa Borobudur ialah penengah diantara Lingga dan Yoni. Bisa
dibayangkan begitu megahnya Candi Borobudur yang dahulu menemui kejayaannya
hingga sampai pada masa dimana ia diabaikan dan dianggap tidak istimewa.
Secara
keseluruhan buku ini cukup epik dalam menggambarkan sisi terbaik dari Candi
Borobudur, sejarah yang berlaku disertai beberapa tokoh penting yang membawa
perubahan (walau ini fiksi), juga spiritualitas yang mendalam dan sarat akan
makna. Walaupun ada beberapa sajian adegan yang terlalu vulgar dan dewasa, yang
dalam hal ini saya memahami sebagai bentuk dari penggambaran utama pokok
bahasannya yakni axis mundi.
Mengenai
alur yang disajikan cukup nyaman dalam menggiring pembaca agar terus
melanjutkan lembar demi lembar hingga selesai. Peliknya cerita pun tidak membuat
bosan, malah justru sebaliknya menyita fokus dan berhasil mengelabui pembaca
dalam pacuan adrenalin rentetan cerita di dalamnya.
Sedangkan
sampul yang disajikan menurut saya kurang menggambarkan isi dalam cerita yang
mana berfokus pada situs penting sejarah dan spiritualitas cerdas yang
disajikan. Nyatanya, sampul buku tersebut digunakan untuk mengenang dedikasi
dari para pelukis botani yang memadukan antara keindahan dan ilmu pengetahuan.
Kemudian
bahasa yang digunakan cukup menyita fokus dan kecermatan dalam mengasumsikan
setiap kalimat ke paragaraf yang ada. Dengan demikian cenderung sulit bagi
pembaca yang awam mengenai pengetahuan luar utamanya yang banyak menggambarkan
latar Eropa. Buku ini pun seyogianya dibaca oleh orang dewasa sebab ada
beberapa gambaran cerita yang dituangkan dalam adegan ranjang. Buku ini pun
cocok untuk menjadi bahan acuan dan kajian penelitian mahasiswa, khususnya yang
masuk dalam bidang sastra.
Komentar
Posting Komentar