Ketentuan Terbaik

“Tuhan merusak rencanamu agar rencana itu tidak merusak dirimu”

-Unknown-

Penggalan kalimat tersebut kutemui di laman pencarian instagramku. Aku yang sedang dalam mood bagus untuk berpikir kemudian menyimpan video cuplikan suatu podcast tersebut, walau tidak tahu siapa yang mengatakan kalimat itu dan podcast siapa yang menaungi acara tersebut.

Kupikir kalimat itu sedikit menyinggung perasaanku manakala aku merasa gagal dalam sebuah rencana yang terkadang kususun sedemikian rapinya, namun pada ujungnya harus menemui kegagalan sebab suatu hal tertentu. Keadaan semacam ini, sudah barang tentu setiap yang bernyawa utamanya manusia merasakan hal yang sama. Tak jarang ini membuat seseorang merasa kecewa berlebihan.

Andaikata dalam suatu permisalan, kita telah membuat serangkaian kegiatan yang tertuang dari ide cemerlang. Katakanlah kegiatan di hari Minggu yang akan kita kerjakan seharian penuh. Kemudian di hari H secara mendadak seorang guru meminta untuk mengadakan pertemuan virtual akan bahasan materi yang tidak sempat beliau berikan. Walhasil rentetan kegiatan tersebut menjadi tidak menentu atau bahkan gagal keseluruhan. Kecewa? Sedih? Marah? Tentu secara alamiah ini akan terjadi.

Biasanya apa yang akan dilakukan? Aku pribadi biasanya cenderung bersedih, merenung, dan bahkan menyalahkan keadaan yang semestinya tidak terjadi begitu. Tapi apa daya? Semua sudah terjadi menurut ketentuan yang sudah seharusnya. Kadangkala kita akan merasa tidak perlu lagi berencana sebab pernah gagal begini, atau istilahnya menyerah akan keadaan. Entah ini tersebab pengaruh mood atau bagaimana, bisa juga karena sifat perempuan yang mudah perasa, atau sebab yang lainnya.

Dengan adanya penggalan kalimat (Quotes) diatas kemudian aku mulai berpikir. Dengan mengambil contoh permisalan masalah yang dihadapi. Apabila rencana kegiatan terjadi, kemudian di hari itu semisal terjadi hujan deras berkepanjangan dan segala kemungkinan buruk bukan tidak mungkin akan menimpa. Tapi dengan adanya pertemuan mendadak itu semua kemungkinan buruk yang akan menimpa kita malah tidak terjadi. Inilah sebab mengapa para orangtua mengatakan bahwa dalam segala keadaan dan peristiwa selalu menyimpan yang namanya hikmah.

Kita selalu mengusahakan apa yang baik menurut pemikiran dan perasaan kita, tapi tetap saja Tuhan lebih tahu suatu hal yang terbaik bagi kita. Ini juga berlaku untuk hal lainnya, entah itu permohonan atau doa, peristiwa penolakan kerja, masuk dalam jurusan yang dirasa salah, atau masalah lainnya.

Jujur saja, terkadang pikiran membawaku tenggelam jauh ke dalam memori dan mengingat berulang kali peristiwa lalu. Yang mana disitu banyak sekali segala rencana yang terpatahkan dan membuatku malas lagi untuk berencana, sudah berprasangka buruk dahulu terhadap ketentuan Tuhan, dan merutuki apa yang gagal untuk terealisasikan. Yah, itu aku yang dulu. Yang mungkin bisa diasumsikan sebagai wujud rasa kurang bersyukur.

Dalam keadaan seperti ini aku sadar secara penuh. Tuhan selalu mempunyai kejutan dan rencana terbaik bagi masa depan kita. Sehingga apapun yang kita dapati selalu apa yang pantas bagi kita. Dengan begitu rasanya malu kalau saja perasaan buruk seperti apa yang sebelumnya itu terjadi lagi. Sebagai manusia yang banyak mau ini, sudah sepatutnya merasa bersyukur akan segala ketentuan yang terjadi.

Apa yang menurut kita baik belum tentu baik menurut Tuhan, pun sebaliknya apa yang menurut kita buruk belum tentu demikian. Bisa saja itu semacam kebalikannya, maka dalam setiap peristiwa selalu ada saja yang harus disyukuri. Seperti halnya yang Mbah Nun contohkan dalam konteks bersyukur itu sendiri. Ada peristiwa ban bocor saat berkendara di jalan, maka ia masih patut bersyukur karena ia tidak mengalami cidera dan yang bocor hanya satu ban saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!