Idealis yang Tidak Realistis (Membuka Jalan Pikiran dengan Stoisisme)


Ada salah satu filsafat yang masih relevan digunakan dalam perkembangan zaman, bahkan yang semakin menuju ranah melampaui modernitas ini. Ialah filsafat stoisisme / Stoicism yang merupakan cabang dari filsafat helenistik.


Sebuah awalan yang mana belum pernah ku ketahui, karena sebelumnya aku tak pernah tertarik sekalipun untuk mempelajari filsafat. Sebagaimana dahulu guru agamaku mengatakan, bahwasannya untuk ilmu filsafat ini harus benar – benar dipahami agar tak menimbulkan salah tafsir yang mengakibatkan diri akan melenceng dari agama yang dianut.


Aku yang terkungkung dalam pemikiran idealis dan kurang realistis ini berpikiran bahwa aku akan bisa mendapatkan segala apa yang kumaui tanpa harus memilih diantara keduanya.


Ingat aku, di malam diskusi buku terakhir sebelum menjalani pendidikan dan pelatihan di Madura. Saat itu aku dihadapkan pada dua pilihan yang mana pilihan itu mencakup pengabdian di masyarakat atau mendapat nilai yang sempurna dalam mata kuliah.


Dengan pemikiran idealis, aku mengatakan bahwa aku mampu menjalankan keduanya. Tanpa sadar aku telah mengkhianati keadaan realitas yang terjadi. Tidak ada seseorang pun yang mampu menjalankan dua hal yang sama menyita waktu dan perhatian. Untuk itu ada baiknya kalau aku memilih satu diantaranya yang mampu kulakukan.


Mungkin, ada yang sanggup melakukan dua hal tersebut sekaligus. Namun itu hanya akan berjalan satu sampai dua kali saja untuk seterusnya mulai tidak bisa dilakukan lagi.


Kemudian, aku sadar karena sebuah nasehat yang mana katanya seorang harus bisa berpikir realistis tanpa harus bersikap apatis terhadap suatu keadaan sosial. Untuk bisa begitu, maka melakukannya harus dari hal kecil dan sederhana terlebih dahulu. Semisal, karena aku dalam lembaga perkuliahan maka pengabdianku bisa dengan membagi ilmu terhadap teman atau adik.


Dari situ aku diminta untuk mempelajari filsafat stoisisme ini sebagai dasarku untuk memahami sesuatu yang patut diluruskan dalam pola berpikirku. Aku mulai membaca dan memahami sedikitnya mengenai filsafat ini. Sehingga kemudian sampailah aku pada kalimat inti yang mengatakan bahwa kita menderita lebih dalam ranah imajinasi, daripada dalam kenyataan sesungguhnya.


Yang dimaksudkan ialah lebih baik menderita dalam pikiran (negative thinking) daripada berbahagia dalam pikiran (positif thinking). Karena jika kita bersiap pada kemungkinan terburuk yang akan terjadi maka ketika kita mendapatkan hal yang terbaik, kita akan lebih merasa bersyukur. Namun, apabila kita mendapatkan hal terburuk, maka kita sudah lebih siap dan telah menyangka hal ini sebelumnya sehingga yang ditimbulkan ialah hanya perasaan biasa saja.


Terkadang, kekecewaan lahir sebab kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan kita. Pada kenyataannya stoa mengajarkan kita untuk tidak berharap terlalu tinggi agar tidak menimbulkan kekecewaan. Itulah fungsi filsafat stoisisme yang masih relevan dan patut digunakan juga dalam beberapa hal di kehidupan ini. Namun, konsepnya tentu berbeda dengan su`udzon  atau berburuk sangka.


Kalau stoisisme lebih menekankan kepada apa yang seharusnya kita handle supaya tidak berlebihan, maka kalau su`udzon ialah prasangka yang membawa kita pada hal pesimistis atau yang lebih buruk daripadanya.


Belajar mengenai filsafat ini sedikit banyaknya mampu membuatku menyadari apa yang salah dalam pemikiranku selama ini. Merasakan kekecewaan yang berlebih sebab terlalu berharap dan terus mengulangnya lagi dalam beberapa keadaan. Untuk yang sekarang aku mulai belajar menata harapan yang kubangun agar tak terlalu merasa kecewa apabila yang terjadi malah sebaliknya.


Disini aku mematahkan anggapan orang kebanyakan bahwa belajar filsafat itu membawa kita pada hal kemungkaran, padahal jika ingin dikaji lebih mendalam nyatanya filsafat banyak memberikan gambaran baru mengenai apa yang selama ini terdogma dalam diri, agar kita mau berpikir bagaimana baiknya tanpa mengikuti diktean yang ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!