I Can See Your Deep Eyes
Ini
adalah jum`at terpanjang dengan hujan yang memeluk ringkihnya tubuhku. Yang tepat
tiga pekan lalu masih seorang bisu nan tak dapat berkata apapun walau badai
masalah menerpanya. Bara, begitu kusebut lelaki dengan mata sayu dan rambut tak
terurus itu.
Hari
hari ia lewati dengan senyum merekah di wajahnya. Hanya karena aku diam bukan
berarti aku tak mengerti bagaimana ia sejatinya. Seseorang bertanya padaku,
bagaimana aku melihat sosok Bara. Aku mengatakan dia adalah tipikal lelaki
humoris dan cerewet. Tentu saja aku menolak jujur, sesuatu hal yang sifatnya
sangat sensitif tak perlu dikatakan untuk kepentingan informasi orang lain.
Beberapa
kali aku menghabiskan waktu dengan sosok Bara. Pandangan orang lain terhadapnya
sudah pasti mengarah pada asumsi aneh, nakal, dan pembangkang. Sejatinya ia
hanya memoles sedikit warna asli pada jiwanya. He is a good boy, and I know about that. Maaf, karena Syifamu ini
harus bercerita. Baik, mari kita teruskan.
Suatu
ketika, sebelum aku mengetahui lebih banyak tentangnya kulihat ia seperti orang
aneh yang keterlaluan. Keterlaluan kriminal? Keterlaluan pembangkang? Tidak,
semuanya salah. Bertingkah aneh yang kulihat itu ialah suatu keabsurd-an yang
sengaja dibuat olehnya. Oh hello boy,
kau tidak pernah bisa mengelabui seorang Syifa Narendra Putri yakni ratu stalker yang memiliki kepekaan tinggi
bahkan pada sesuatu hal terkecil sekalipun.
Pernah
dengar bahwa bahasa mata tak pernah bohong? Beberapa tahun terakhir aku selalu berusaha
menguasainya bukan untuk memperkuat asumsiku melainkan untuk mencocokkannya
dengan jawaban dari orang terkait. Katakanlah aku sedikit lancang, tapi apa
boleh buat. Sama halnya dengan lelaki lain, sosoknya selalu merasa bahwa lelaki
itu kuat dan tak perlu menangis. Shit,
mereka adalah sosok munafik sejati.
“Mau
tahu orang menjijikkan itu seperti apa?” tanyaku sambil menatap mata elangnya.
“Kau
aneh, mari bicara Tuhan saja. Aku tahu kau lebih menyukainya, ku dengar Mbah
yang kau sukai itu mengeluarkan statement
baru di Instagram”
“kenapa
diam? Tak mau bicarakan itu? Aku yakin kau akan tetap kalah dengan argumenmu
yang receh” tawanya mengiring pandangan mataku yang tak pernah melepaskan
kungkungan pada kedua bola matanya.
Tidak,
aku menolak tertawa. Membiarkan ia mengusap titik air di ujung bola mata
kanannya. Dia berhenti tertawa dan mengatakan bahwa ia tak suka ku pandangi
begitu. Entah atas keberanian mana aku mengatakan sesuatu yang mungkin melukai
hatinya.
“Tahu
tidak? Beberapa orang memilih terlihat bodoh hanya untuk meminta perhatian
orang banyak, mereka bertindak seolah mereka adalah orang yang paling
menyedihkan. Tapi mereka menolak dikasihani. Menurutmu bagaimana?”
“Kau
terlalu lelah, ayo kuantar pulang”
Itu
adalah kata terakhir yang ia tinggalkan untukku sebelum kita akhirnya tak
pernah berbicara lagi setelah ia memutuskan untuk pergi merantau ke kota yang
jauh. Kota kedamaian katanya. Setidaknya ia meninggalkan rasa sesal yang mendalam di hatiku.
Yah,
aku menyesal. Daripada menguatkannya aku malah terlihat seperti sedang membabat
habis harga dirinya sebagai lelaki. Syifamu ini bukan marah apalagi membenci
dirimu yang riuh akan berisiknya badai, Bara. Hanya saja aku tak pernah tahu
bagaimana caranya agar bisa membantumu bangkit, menyembuhkan traumamu akan
masalah apapun itu di masa lalu, dan melakukan semuanya tanpa terlihat seperti
orang yang sedang mengasihani nasibmu.
Hai
Bara, aku tidak akan berhenti mempelajari bagaimana itu caranya untuk
membantumu bangkit. Kau mau kan bertemu lagi untuk dua tiga atau puluhan tahun
lagi dalam menunggu keajaiban bahwa aku bisa membuat serbuk ajaib yang
membuatmu seperti terlahir kembali?
Jika
kau percaya itu maka Syifamu ini akan belajar langsung kepada Thinkerbelle,
untuk mencari tahu ramuan rahasia membuat serbuk ajaib pemusnah segala bentuk
kejadian di masa lalu. Selamat malam, nikmati kopi pahitmu selagi tak bisa kau
redam dendam itu. Kau harus sembuh, dan kau harus bahagia yah.
Komentar
Posting Komentar