Tragedi Pesawat Sriwijaya Air, Kematian duka cita / suka cita?
“Pesawat Sriwijaya Air dengan tipe Boeing 737-500
(kode registrasi PK-CLC) yang melalui rute Jakarta-Pontianak jatuh di perairan
kepulauan seribu pada kisaran pukul 14.40 sejak hilang kontak, tepatnya pada
Hari Sabtu kemarin pada tanggal 9 Januari 2020”
Baru
– baru ini kita dikejutkan oleh kabar jatuhnya pesawat pada awal Tahun di bulan
Januari ini. Tiga hari terhitung dari jatuhnya pesawat tersebut, banyak
limpahan untaian kalimat bela sungkawa sedalam – dalamnya atas tragedi itu.
Do`a
terbaik senantiasa dilayangkan bagi para korban yang sampai saat ini masih
belum ditemukan atau sudah namun belum teridentifikasi karena sudah berupa
potongan – potongan tubuh.
Mulai
bertebaran pula mengiringi adanya tragedi ini kabar hoax yang tidak sepatutnya
disebarkan. Hal tersebut mengundang berita yang simpang siur di masyarakat
luas. Terlepas dari itu semua, hendaknya kita juga harus bisa membedakan sumber
datangnya berita yang relevan dan yang tidak.
Di
berbagai media sosial beramai orang katakan turut berduka cita, turut
kehilangan, turut bersedih, dan turut sejenisnya yang lain. Untuk keluarga yang
ditinggalkan semoga bisa melepas dengan lapang dada anggota keluarga yang
disayang, sedang untuk para korban yang meninggal atas tragedi ini tak perlulah
kalian sedihkan, karena sesungguhnya mereka telah damai dalam sisi Tuhan dan
bertemu dengan-Nya serta terlepas dari dunia yang kejam dan serba fana ini.
Selamat
jalan untuk saudara kita yang sudah terlepas dari jerat tipu daya duniawi ini.
Selamat untuk saudara kita yang telah menempuh jalan keabadian di atas sana.
Selamat untuk saudara kita yang tak lagi diliputi kesedihan akan hal duniawi
lagi. Selamat, selamaat, dan selamat..
Pastilah
mereka bahagia disana. Mereka memang tak terbang sampai pada tujuan landing di bumi kita, tapi mereka
terbang ke suatu tempat dimana itu merupakan tempat terbaik yang menjadi tujuan
setiap orang yang masih hidup di dunia.
2
hari lalu, postingan Sudjiwo Tedjo memberikan gambaran demikian : banyak ucapan
turut berduka cita yang kemudian beliau cari hubungannya dengan Inna Lillahi
Wainna Ilaihi Raji`un yang nyatanya tak ada. Karena itulah esensi bahwa yang
dari Tuhan akan kembali kepada Tuhan. Entah kematian yang duka cita, atau justru
kehidupanlah yang duka cita (disini jelas bahwa pada kenyataannya meninggal itu
suka cita karena kembali kepada Tuhan).
Sebagai
yang masih hidup, tentulah banyak berpikiran kita akan baik buruknya antara
kehidupan di dunia dan kehidupan setelahnya. Tidak bisa kita pungkiri bahwa
dalam ajaran agama islam kita sering mendengar bahwa dunia adalah penjara bagi
orang beriman dan surga bagi orang yang sebaliknya.
Apa
yang perlu kita tangisi di dunia ini, kehilangan? Tak pernalah kita benar –
benar memiliki apa yang ada pada diri kita sendiri. Kuncinya ialah harus terus
bersabar menjalani kehidupan di dunia dan menantikan giliran dipanggilnya kita
oleh sang Maha Kuasa.
Senantiasa
bersyukur atas limpahan rahmat dan hidayah yang dicurahkan-Nya, tak berhenti
memohonkan ampun bagi diri, orang tua, sanak saudara, dan orang lain juga agar
sama – sama dapat mencapai Jannah-Nya.
Sedikit
banyaknya pelajaran yang kita dapatkan dari berbagai peristiwa dalam kehidupan,
tak terkecuali masalah “kematian” ini. Maka cukuplah kita mengetahui fakta
bahwa kita hidup di dunia istilahnya hanya menumpang minum saja, karena yang
kekal dan abadi hanyalah kehidupan di akhirat setelah kematian ini. Semoga kita
berada diantara orang yang pandai bersyukur dan memiliki kesabaran dalam
menjalani proses kehidupan hingga menuju ajal.
Komentar
Posting Komentar