Resensi Buku : Rumah Kaca

Resensi Buku


Judul                : Rumah Kaca

Pengarang       : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit           : Lentera Dipantara

ISBN               :979-97312-6-7


Rumah Kaca ialah tetralogi pulau buru penutup yang seakan “dianak tirikan” dari ketiga novel sebelumnya. Saya mengatakan demikian tersebab ketiga buku berurutan yakni dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, dan Jejak Langkah mengangkat tokoh utama T.A.S atau Minke, sedangkan sajian toko utama di novel ke empat (penutup) ini menggunakan sudut pandang dari Jacques Pangemanann yang merupakan seorang polisi kolonial Belanda.



Sekilas setelah membaca keseluruhan isinya maka setiap pembaca seolah tengah diajak untuk menyumpah serapahi sekaligus memberikan simpatinya dalam satu waktu terhadap sosok Pangemanann sendiri.



Ia adalah sosok yang selalu mengalami perang batin dalam hidupnya selama menjabat sebagai polisi kolonial Belanda hingga naik pangkat. Nurani dan akalnya selalu bergelut mengotori jiwa, yang pada akhirnya tetap mengantarkan Pangemanann untuk lebih condong terhadap akalnya. Ia tahu persis pendidikan yang membesarkannya melarang untuk menomorduakan kebenaran. Namun ia sedang dalam keadaan yang memaksa dia untuk memilih satu diantara keduanya.



Maka benarlah disini Pram menuliskan bahwa seorang yang pandai akan mengabdikan diri kepada yang memegang kejayaan, tiada daya upaya untuk menentang jika yang dipertaruhkan ialah hal yang menyangkut kepentingan pribadinya hingga masa depan.



Pangemanann diberikan tugas untuk menjadi mata – mata terhadap pergerakan yang dilakukan oleh Minke dalam mengembangkan organisasinya. Dalam tugas ini beberapa kali mengingatkan Pangemanann terhadap kisah Pitung yang terdahulu telah ditaklukkannya dan mengantarkan ia kepada jabatannya sebagai polisi kolonial Belanda. Ia mencoba menggunakan cara sehalus mungkin agar tak sampai melukai Minke yang disadari secara penuh olehnya bahwa Minke tak memiliki kesalahan satu pun, hanya karena Gubermen merasa terancam maka pada akhirnya pergerakan Minke dianggap menyalahi hukum.



Atas dasar itupun akhirnya beberapa kali Pangemanann harus menemui kekalahannya dan terkena damprat atasan. Kemudian disinilah gerombolan bandit yang digawangi Robert Surhoof (Teman lama sekaligus musuh Minke) menjalankan misi yang diperintahkan untuk mendampingi Pangemanann dalam menakhlukkan pergerakan Minke.



Buku ini tersaji dalam kurang lebihnya 660 halaman. Dengan 14 bab yang menyajikan isi saling bertautan antara yang satu dengan yang lainnya tanpa membuat sekat yang berarti seperti novel pada umumnya.



Pram mampu membawakan cerita fiktif sejarah ini dengan sangat baik dan tidak membosankan, sedikitnya ia mengemas cerita berdasarkan tokoh nyata yang telah menjadi sejarah pada era lampau sehingga apa yang menjadi biduk perkara dalam novel ini secara tidak langsung pun mengulas sejarah dengan gaya yang lebih hangat dan mudah diterima ketimbang dengan bahasa ajaran dalam sekolah formal.



Pemilihan judul rumah kaca ini didasarkan pada cerita novel yang sebenarnya menggambarkan politik arsip. Yakni kegiatan pengarsipan kegiatan politik bagi aktivis yang melakukan pergerakan kemerdekaan dan tergabung dalam organisasi.



Seperti yang sudah banyak diketahui oleh khalayak ramai betapa Pram sangat mumpuni dalam menuangkan ide serta gagasannya dalam sebuah tulisan, tak ada keraguan terhadap karya yang telah ia sumbangkan kepada anak bangsa guna menggugah hati serta menghentak pemikirannya untuk lebih memaknai tanah air serta sejarah yang ada.



Maka tak ayal jika di dalam setiap karyanya secara tersirat dalam tulisan selalu memuat amanat yang berbobot. Diantanya dalam novel rumah kaca ini ialah dimana penggambaran baik buruknya sesuatu yang kita lakukan hari ini akan selalu berdampak di masa depan. Maka dari itu sebenarnya dalam menggunakan nurani dan akal diharuskan bisa selaras dan tidak timpang diantara keduanya. Namun, apabila kasusnya seperti apa yang dialami oleh Pangemanann dalam novel ini akan baik jika kita menggunakan naluri kemanusiaan sebagai bentuk pemahaman atas kesadaran sosial di dalam pendidikan yang menaungi segala bentuk pranata kehidupan.



Selain itu untuk pergerakan Minke sendiri dalam kacamata Pangemanann, mengajarkan pembaca untuk tetap berdiri pada tujuan mulia tanpa harus gentar ditekan dan diterjang oleh Kejayaan yang busuk dari Pemerintah Kolonial. Itulah mengapa karakter Minke membuat Pangemanann dan beberapa polisi lainnya terkagum akan sosoknya dan menilai Minke adalah seorang kepala batu yang cerdik dan mampu mempertahankan wibawanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Selingkuh - Paulo Coelho

Resensi Buku : Skenario Perang Dunia III

Done for me