Perpisahan dan Rindu

“Perpisahan adalah upacara menyambut hari – hari penuh rindu”

-Pidi Baiq-


Kutipan dari novel karya Pidi Baiq yang berjudul “Milea, Suara dari Dilan”, novel yang mengisi masa putih abu ku yang sedang senang – senangnya makan mie instan di kantin sekolah sambil sesekali mengamati bintang sekolah, anak basket. Hihi..


Novel ini pula yang mengingatkanku akan masa dimana segalanya masih tampak sederhana. Aku tak perlu banyak memikirkan akan hal – hal yang kurisaukan keterjadiannya, tak perlu sedikit – sedikit menangis karena merasa tak mampu melakukan sesuatu, tak perlu merasa kecil diantara raksasa lain. Yah, setidaknya saat itu “tak perlu, tak perlu” masih setia bersamaku. Sebelum kelulusan tanpa benar – benar berpisah ini terjadi beberapa bulan kelam di 2020. Angkatan corona! And whatever they said saat itu ..


Untuk sekarang, Januari 2021 di tanggal 18 mungkin puncak dari semua rasa lelah dan sedih yang ingin ku muntahkan kesemuanya dengan teriakan dalam satu tarikan nafas. Tapi tidak bisa, rumah di daerah pedesaanku teramat dekat. Aku akan di ruqyah mendadak jika saja hal itu terjadi dan benar ku realisasikan.


Jadi, begini yah


Aku mulai merasakan rindu kepada masa dimana saat itu tawaku tak menyimpan kekhawatiran, kalimatku tak terasa tersendat dalam kerongkongan, dan aku masih bebas menjadi “aku” yang sebenarnya “aku” tanpa takut ucapan miring siapapun.


Tuhan, itu tidak lagi bisa. Tapi tak apa, segala sesuatunya toh akan selalu berjalan ke depan tanpa mau tahu apa dan bagaimana suatu harinya saja mungkin memerlukan waktu lebih agar tak cepat – cepat menjadi kenangan.


Kalau ada jumpa pastilah ada pisah. Untuk kali ini upacara dukaku baru saja ku mulai, tragedi terhapusnya semua foto dan video sekitar dua bulan lalu mencekikku secara mendadak. Beruntunglah satu dua teman masih berbaik hati menyimpannya.


Aku tidak menyangka bahwa aku sudah sejauh ini nyatanya melewati masa itu. Rasanya baru kemarin bersua dan banyak bicara soal pak guru papa (Guru lelaki favorit siswi di sekolah), bu guru mama (Guru favorit perempuan yang menganggap siswa – siswinya anak sendiri tanpa membeda bedakan) dan lain – lain yang banyak menghabiskan jam hingga puas.


Sekarang aku harus bagaimana? Semua temanku sudah punya kehidupannya masing – masing. Mengapa walau hanya berkata “hai” saja rasanya sungguh berat? Mengatakan rindu pun rasanya malu. Teman, kalian temanku yang sungguh mengingat kebersamaan kita membuatku berkuat diri membendung tangis. Oh hei, benarr! Aku rindu ..


Bagaimana dengan capcin di depan sekolah kita? Atau warung bakso yang sering kita kunjungi sepulang sekolah? Atauuu makaroni pedas yang menjadi camilan favorit kita? Bagaimana dengan tugas Mind Mapping yang setiap minggunya harus dibuat dan menyerupai sajadah?


Bagaimanapun itu yang menjadi sejarah tak akan pernah menjadi masa depan. Ia akan tinggal di masa lampau hanya untuk membuat kita berpikir ternyata begitu berharganya setiap detik yang berdentang dalam jam dinding.


Berpisah, perpisahan. Telah sampai kita di masa ini, bersukalah kalian dengan pilihan masing – masing. Kesibukan tak akan berbaik hati membuat kita secara utuh merasai tawa yang sama seperti kala itu.


Aku masih ingat dan akan terus ingat. Terimakasih untuk perpisahan yang membawa rindu ini, karena itu menandakan bahwa perpisahan merupakan sesuatu yang aku hargai bukan ku ingini untuk memang pergi. Dan, kalian? Bagaimana punya kabar?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!