Esensi Islam Sejati
Dalam
kehidupan kita tak pernah lepas dari keterkaitan sosial antar sesama hidup, pun
termasuk keterkaitan sosial yang terikat oleh agama khususnya bagi negara yang
percaya akan adanya Tuhan pencipta semesta alam. Agama menjadi suatu pranata
sosial yang utama dalam membangun kehidupan yang aman, nyaman dan sejahtera
selain dari pranata yang dibentuk dalam suatu undang – undang tertulis maupun
tidak.
Atas
dasar itu banyak kemudian para penggiat agama berbondong – bondong membuat
suatu komunitas dan yang sekarang kita biasa sebut dengan “aliran atau haluan” yang bermacam – macam bentuk keorganisasiannya
dan pandangan mereka atas suatu agama. Kini saya bicarakan mengenai agama islam
yang kita ketahui sekarang sudah banyak bermunculan di tengah masyarakat ormas
penggeraknya dengan berbagai nama dan semboyan yang kalau disimpulkan tujuannya
ialah satu yakni mencapai surganya Tuhan.
Tak
ada yang salah disini, namun menurut sisi pandang saya apakah dengan kita
beragama dan beribadah hanya memunculan nafsu untuk sampai ke surga saja?
Tidakkah model seperti ini mengajarkan kita terhadap kepamrihan karena telah
berbuat sesuatu yang dianggap akan benar mengantarkan kita kepada surga?
Pun
saya banyak menemui pertentangan dalam diri apabila menjumpai kalimat baik secara
pendengaran langsung maupun bacaan, semisal membaca surat ini akan membuat kita
terbebas dari siksa kubur, membaca surat ini akan membuat rizqi kita mengalir.
Tentu katakanlah mungkin memanglah seperti itu, namun dengan demikian bukankah
kita di kala membaca kemudian hanya terbayang pada tujuan itu? Tidak mendalami
apa yang dibaca, dan berfokus pada nafsu akan apa yang terjadi setelahnya. Kan
begitu yah?
Lalu
bagaimana dengan surat yang lain – lain pada Al-qur`an? Sedikit diantara kita
pasti hanya akan membaca surat itu – itu saja yang dalam hal ini hanya
berkaitan dengan apa yang menjadi hajat kita. Itulah sebabnya mengapa
seharusnya dalam beragama tak perlulah kita berangan akan apa yang di dapatkan
kita, fokus saja terhadap kebutuhan kita dalam lebih mendekatkan diri kepada
sang Maha Pencipta, atau lebih tepatnya meleburkan diri atas-Nya.
Juga,
sering kita dapati para pembesar agama, atau seseorang yang tergabung dalam
suatu ormas islam dalam dakwahnya sangat gampang sekali menghakimi sesama
hidup. Kamu berdosa! Kamu masuk neraka! Allah melaknat! Dan semacamnya. Tidak terasa
ternyata kita telah jauh benar dari ajaran yang Rasulullah sampaikan. Adakah
kiranya dalam dakwah beliau menghakimi? Berbicara dengan suara lantang dan
keras? Justru sebaliknya bukan? Itulah mengapa ajarannya kemudian sangat sulit
untuk diterima.
Terlebih
juga Rasulullah di masa itu tak pernah mengajarkan dan mengikuti suatu aliran.
Islam yah islam, dan islam hanya satu, itu saja. Aliran hanyalah apa yang
menjadi bentuk buah pikir manusia sepanjang pergerakan zaman. Ini yang
sepatutnya kita pahami, namun tak lantas menyalahkan pula. Cukup hargai dan
hidup dalam kedamaian.
Kita
tahu islam itu rahmatan lil alamin, yang artinya agama dalam bentuk rahmat dan
kasih sayang Allah S.W.T kepada seluruh semesta. Haruskah ini tergeser dengan
beberapa oknum yang menggencarkan gerakannya dan bersembunyi di balik kata
Jihad serta lain – lainnya yang dalam ajarannya gampang sekali menghakimi dan
merasa benar atas dirinya?
Tolong
benar kita renungkan ini. Jangan sampai kita menjadi Tuhan atas sesama, tak
pernahlah kita tahu rahasia antara manusia satu dengan Tuhannya dikala kita tak
melihatnya. Ditakutkan seorang yang kita hakimi nyatanya adalah seorang yang
menjadi kekasih Tuhan. Siapa yang bisa menjamin apa yang diperoleh oleh
seseorang dalam tindak tanduknya dalam kehidupan? Yah! Tak seorangpun kecuali
Tuhan dan malaikat yang bertugas mencatat suatu amalan entah itu baik ataupun
buruk. Dalam hal ini tahulah kita bahwa berpikir sangat penting peranannya
untuk mengantarkan kita pada pilihan dan jalan terbaik yang akan kita lalui
untuk kedepannya.
Komentar
Posting Komentar