Tak Mau Berkembang, Tak mau Beranjak : "Pentingnya ilmu etika berkomunikasi di lingkup Keluarga"


Dalam hidup, kita sebagai makhluk sosial tak akan pernah lepas dari yang namanya berkomunikasi, entah itu individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Itulah yang kemudian dikatakan sebagai interaksi sosial.


Di dalam unit terkecil dalam hidup kita sendiri, yakni lingkup keluarga. Pastilah selalu terjalin sebuah komunikasi, baik yang membahas hal sederhana maupun sampai pada hal yang kompleks sehingga berujung pada sebuah pengutaraan argumen dan pandangan masing – masing yang menguatkan gagasannya.


Namun ada pula tipe keluarga di luaran sana yang tak menerima masukan dari yang lebih muda. Memang iya? Banyak..


Biasanya keluarga yang seperti ini katakanlah orangtua, seakan menutup telinga dan berpegang teguh pada apa yang dianggapnya benar. Selalu melihat sesuatu hal dengan satu sudut pandang, tak pernah mau mendengarkan dan membuka pikiran atas apa yang menjadi pendapat orang lain.


Lalu apakah ini lantas membuat sebuah dampak yang besar? Atau hanya topik ecek – ecek untuk sekedar dibaca lalu di lupa?


Eitttttts, jangan salah. Dampak daripadanya lumayan berpengaruh loh.


Ambillah sebuah contoh yang lumrah terjadi dalam kehidupan sehari – hari, yakni ketika seorang anak berbuat salah dengan gampangnya orangtua menyalahkan tanpa mendengarkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan anaknya.


Dilansir dari laman detikhealth, seorang psikolog dari RaQQi yakni Ratih Zulhaqqi dalam hal ini memberi masukan bahwa saat menghadapi situasi semacam itu hendaknya orangtua melihat dirinya terlebih dahulu sebelum melimpahkan segala bentuk kesalahan hanya pada anak tersebut.


Ia juga menambahkan, jika anak tiba – tiba bebal dan tak mau mendengar barang sedikitpun nasihat maka pahamilah bahwa kalau kita ingin di dengar maka kita harus mendengar tersebab ini merupakan hukum alam, evaluasilah diri pula apa memberi tahunya sudah benar ataukah terkesan menggurui tanpa mendengarkan.


Itu yang dalam keluarga. Akan lebih buruk lagi bila masalahnya terbawa dalam kehidupan bersosialisasi di masyarakat. Misalkan dalam sebuah forum, tengah terjadi sebuah diskusi akan sesuatu hal. Anak yang dalam keluarganya memiliki tipe semacam apa yang telah di paparkan, ia akan banyak diam dan terlihat tak aktif memberikan pertanyaan, saran, maupun tanggapan atau juga sanggahan di dalam forum tersebut. Mengapa?


Karena ia sudah terbiasa tak di dengarkan, terbiasa mengikuti arahan dan aturan yang sifatnya otoriter, terbiasa terdidik untuk tak membantah apa yang disuguhkan padanya. Mati! Keberaniannya berbicara di depan umum secara tidak langsung disadari tak ubahnya hanya sebuah hal yang harus ia iyakan saja. Dan masalah selesai!


Itulah yang kemudian banyak mencetak pribadi bodoamatan atau apatis akan permasalahan di sekitarnya. Boleh dikatakan bahwa sebenarnya tak ada orang yang bodoh di dunia ini, untuk ia yang tak mau mengutarakan pendapat salah satu faktornya ialah hal ini yang jarang menjadi sorotan, padahal dampak yang ditimbulkan lumayan besar.


Ia menjadi pribadi yang tak mau membebaskan pikirannya, takut keluar dari zona nyamannya, atau bahkan menyimpan berjuta ide dalam otaknya namun tak pernah bisa mengutarakannya.


Memang akan sangat sulit menghadapi situasi semacam ini, apalagi kalau sudah terbiasa diperlakukan seperti itu dalam keluarganya. Sedikit mungkin bisa kusarankan untuk belajar membicarakan apa yang dirasa dan dipikirkan akan suatu hal kepada orang yang dipercaya atau juga bisa teman terdekat, seringlah berdiskusi bahkan untuk hal sederhana sekalipun, perbanyak latihan mengolah kalimat agar mudah menyampaikan gagasan di ranah forum, kemudian bersikaplah tenang serta percaya akan kemampuan diri dan buah pikiran yang dihasilkan. Untuk bagaimana akhirnya, terima dan olah itu untuk kemudian di tampung dan tariklah sebuah kesimpulan atasnya.


Tak mudah memang, tapi apa salahnya dicoba? Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau bergerak dan berusaha. Suatu perubahan tak akan datang kepada orang yang hanya diam menyesali serta hanya berpangku tangan melihat kemajuan orang lain. Janganlah berfokus pada kelemahan, titik beratkan saja pemikiran akan sebuah perubahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Selingkuh - Paulo Coelho

Resensi Buku : Skenario Perang Dunia III

Done for me