Sorry for Say This,..
“Bukan tidak pernah, tapi belum”
“Ihh
kok kamu kaya gitu sih?”
“Apa
faedahnya ngelakuin itu coba”
“Kamu
payah, gitu aja nyerah”
“Kok
sukanya diem di zona nyaman, ga punya pengalaman”
“Ihh
alay banget, kaya bocah”
“Ihh
makannya banyak banget, pantes gendutan”
“Sok
imut banget”
“Centil
banget”
“sok
akrab jadi orang”
“Duh
gak pantes banget pake baju itu”
Kurang
ini kurang itu, berlebihan begini berlebihan begitu, dan masih banyak lagi lain
– lainnya. Jika dikembalikan pada perseorangan adakah kita sadar telah
melakukan sesuatu yang berlebihan? Lagi pula berlebihan menurut kacamata siapa?
Orang lain!
Kita
hidup bukan untuk membuat orang lain puas dan bahagia, tapi kita hidup dengan
hak milik mutlak atas kebahagiaan dan kesedihan yang takarannya terserah pada
mau kita, bukan orang lain.
Tak
akan ada habisnya jika kita menuruti apa yang menjadi kemauan orang. Sekalinya
kita melakukan apa yang mereka minta esoknya mereka akan terus menuntut banyak
dari kita. Satu yang ku tahu, tidak tahu diri! Kan begitu?
Beberapa
jika di tegur pasti akan mengatakan “Ihh, baperan” atahu “Cuma gitu aja” lebih
– lebih mengklaim kalau semua itu merupakan nasehat. Hahhh? Nasehat apa yang
sifatnya seolah menuntut seseorang untuk tampil sempurna. Pun mereka seolah tak
pernah demikian dengan bersembunyi dibalik dua kata yakni tidak pernah. Rupanya
budaya maaf sudah tergerus dengan kata beken dan kekinian yang berupa kata
“Baper”.
Sorry to say, babe!!!
Bukan tidak pernah, tapi belum saja. Lihatlah semua kata yang terucap darimu dan seolah mendikte orang untuk melakukan hal sebaliknya justru suatu hari kau lakukan itu dengan sendirinya. Kemudian dalam suatu waktu kau mengatakan itu suatu unsur ketidaksengajaan atau hal yang lumrah dilakukan. Memangnya apa yang lumrah bagimu tidak lumrah bagiku? Atas dasar apa bedanya? Oh hei, lihat siapa ini yang berkata ..
Hentikan
melakukan itu, tidaklah keren kau menjadi seorang penilai atas sesama. Kalaupun
itu bentuk nasehat mengapa tak sampaikan dengan pemilihan kata yang baik?
Dengan face to face tanpa diketahui
banyak orang? Itu akan lebih baik daripada kau melakukan itu (Menilai dan
mendikte) di depan orang banyak yang menyaksikan.
Take your mirror!!
Kau
masih manusia, dan kau masih akan menjumpai dirimu di masa depan yang bagaimana
– bagaimana sesuai dengan kehendak Tuhan. Apa yang kau katakan boleh jadi suatu
hari kau lakukan. Siapa yang tahu kan? Mudah bagi Tuhan memutar balikkan
keadaan.
Satu
hal yang harus kau catat, tak semua orang memiliki mental yang kuat, kesabaraan
yang meluas, atau bahkan perasaan baik – baik saja dalam sekali waktu. Boleh
jadi apa yang kau katakan menjadi hal yang menyakitinya, menjadi sesuatu yang
dikenangnya, dan tidak menutup kemungkinan akan memunculkan dendam dalam
dirinya.
Take your mirror!!!
Jangan
pernah merasa kau lebih dan lebih sehingga berhak melakukan sesuatu hal
sesukamu sekehendak hatimu. Sama halnya denganmu yang mempunyai hati, maka
semua orang juga punya.
Katakanlah
mungkin ini agaknya terlalu berlebihan untuk dibahas, tapi rasanya aku perlu.
Unntuk sekarang ataupun nanti aku membutuhkan ini untuk melakukan evaluasi
terhadap diri sendiri, ku pikir tak ada salahnya membagikannya kepada khalayak
ramai. Semoga saja ada sesuatu barang satu dua penggal kalimat dapat memiliki
tempatnya tersendiri dalam benak, betapa senangnya lebih – lebih jika dapat
menjadi bahan perenungan.
Pada
intinya jangan pernah berlindung dari kalimat “tidak pernah, tidak akan”,
ingatlah sebagai suatu pembatas dalam dirimu bahwa bisa saja suatu hari kau di
posisi itu.
Just do anything what you want, but don`t hurt anyone
else.
Komentar
Posting Komentar