Sabar Berbatas, Berbatas Sabar?


“Sabar memiliki batasan”


Selama ini kita banyak menerima ujaran yang menyapa rungu sedemikian rupa kalimatnya. Seolah itu benar dan kemudian jadilah sebuah perintah dalam otak yang memerintahkan kita untuk bekerja sesuai dengannya.


Beberapa orang berlomba mengatakan bahwasannya sebuah kesabaran memiliki batas jika dalam suatu keadaan mereka tengah menghadapi sebuah masalah. Tak jarang kalimat itu menjadi penghalang bagi proses pembersihan jiwa yang seharusnya memiliki “sifat sabar yang teramat luas”.


Yang namanya kesabaran, marilah kita pahami secara perlahan terlebih dahulu. Menurut KBBI, sabar memiliki arti berupa sikap tahan dalam menghadapi sebuah cobaan (tidak lekas marah, putus asa, maupun patah hati), tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.


Dari pengertian menurut KBBI, diketahuilah beragam definisi dari sabar itu sendiri. Daripadanya, aku bercondong terhadap kalimat “tidak terburu nafsu”. Mengapa? Karena menurutku itu sudah cukup menggambarkan keseluruhan makna atasnya.


Nafsu sendiri memiliki artian sebagai keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat.


Jadi, dalam rangkumanku pribadi sabar ialah keadaan dimana kita dapat menekan sesuatu dalam diri berupa dorongan kuat atau kecenderungan yang pada akhirnya akan membludak sebagai bentuk dari amarah yang membuncah.


Menjadi tidak benar kemudian apabila dikatakan bahwa kesabaran memiliki batasannya. Aku tidak menyetujui hal itu. Yang namanya kesabaran, adalah suatu hal dalam diri yang terus bisa berkembang dan diasah walau tak menjamin seratus persen kita dapat melakukannya. Namun setidaknya kita dapat menghilangkan pemikiran semacam itu agar tidak memproses otak untuk mengaturnya dalam diri kita, dan menjadikan kita manusia yang gampang menutur demikian untuk menuruti nafsu amarah dikemudian waktu yang pasti akan kita sesali setelahnya.


Berbicara mengenai kesabaran, kadang kala kita mencoba untuk bisa melakukannya namun dalam sekali waktu penerapan tak jarang itu menjadi hal yang dinomorduakan. Akan selalu ada pertentangan antara otak, hati, dan perilaku. Biasanya, kita akan bisa menyadari setelah hal “sabar” itu terlewatkan dari yang seharusnya. Bukan begitu?


Tak apa, kita masih manusia yang memang memiliki keterbatasan. Semua hal masih terbatas karena kita diciptakan sedemikian rupa, namun hanya Tuhanlah yang memiliki kesempurnaan.


Aku pun tak jarang kehilangan rasa sabarku itu sendiri. Namun nyatanya satu hal dasar yang menjadi pemikiran kita selama ini turut andil, sejenak itu terlintas dalam pikirku. Untuk itu, mulailah mengubah pola pemikiran kita yang awalnya mengatakan sabar memiliki suatu batasan dengan kalimat bahwa kesabaran itu begitu luas, saking luasnya kita yang kecil ini bagai sebutir debu dibanding dengan tingginya Mahameru, katakanlah demikian.


Setidak-tidaknya ini akan sedikit berpengaruh terhadap sugesti yang tercipta atasnya. Dengan harapan semoga kita bisa sedikit mengontrol diri saat dihadapkan dengan sebuah permasalahan yang meminta hati kita untuk bereaksi atasnya.


Sabar itu penting, dan ia bisa dilatih. Dengan apa?


Dari hal kecil dan sederhana saja. Yakni di saat kita sedang menonton youtube namun di pertengahan terdapat iklan (bisalah kita bersabar tanpa mengoceh banyak hal yang tentunya melelahkan diri), kemudian saat semisal kita tengah dalam penerbangan kemudian salah seorang pramugari memperagakan cara menggunakan sabuk pengaman dan sebagainya (patutlah kita perhatikan dirinya, walau sudah beberapa kali kita melakukan penerbangan. Bisalah agar kita bersabar dengan tidak menggerutu serta menyelutuk suatu kalimat yang memungkinkan akan menyakiti hatinya).


Lagi pula, untuk apa memelihara amarah yang jelas - jelas bisa menggerogoti jiwa dan menjadikannya usang. Bukankah ada baiknya kita belajar memiliki kesabaran lebih tanpa mematok batas agar jiwa senantiasa damai dan tentram?


Tak bisa secara langsung tercapai, namun bukan berarti tak dapat diusahakan. Tetap semangat;).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Selingkuh - Paulo Coelho

Resensi Buku : Skenario Perang Dunia III

Done for me