Resensi Buku : Perempuan di Titik Nol

Resensi Buku

Judul                : Perempuan di Titik Nol

Karya               : Nawal el - Saadawi

Penerjemah     : Amir Sutaarga

Penerbit           : Yayasan Obor Indonesia

Tahun Terbit   : Jakarta, 2002

Ketebalan        : 17 cm, xiv + 156 halaman

ISBN               : 979-461-040-2


            Nawal el – Saadawi merupakan seorang dokter berkebangsaan Mesir. Ia dikenal karena tulisan yang kesemuanya rata – rata memperjuangkan hak – hak wanita. Ia memulai prakteknya di pedesaan untuk kemudian berlanjut ke daerah Kairo, dan terakhir menjadi seorang Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir. Nawal sempat dibebastugaskan dari jabatannya sebagai direktur dan pemimpin redaksi majalah Health tersebab buku non fiksi terbitannya yang berjudul Women and Sex. Akan tetapi ia tidak menyerah, sikap konsistennya membuat ia terus melanjutkan menulis bukunya tentang status, psikologi, dan seksualitas wanita.


            Sedikit info juga bahwa buku karyanya di sensor oleh badan sensor Mesir dan di larang di Saudi dan Libya, namun sekarang diterbitkan di Lebanon. Beberapa karyanya antara lain ialah Women and sex, Women and Psychological Conflict (buku-buku mengenai wanita), The Chant of the Children Circle, Two Women in Love, God Dies by the Nile, dan masih banyak lagi.


            Perempuan di titik nol mengangkat kisah semacam rekam jejak seorang wanita yang tak sengaja ditemui ditemui penulis dalam sebuah sel tahanan di Qanatir. Firdaus namanya, ia nampak berbeda dengan tahanan lain sehingga menarik perhatian penulis untuk mengajaknya berbincang. Walau beberapa kali Firdaus menolaknya, pada saat terakhir menjelang keesokan harinya akan menjalani hukuman gantung barulah ia mau bertemu dengan penulis.


            Semua dimulai dari penggambaran masa kecil Firdaus dimana kebudayaan disana identik dengan patriarki. Seorang kepala keluarga, yang Firdaus sebut ayah memperlakukan Firdaus dan Ibunya dengan semena-mena. Tak hanya itu, dalam awalan saja hidup Firdaus sangat terkesan tak memiliki setitik kebahagiaan sekali pun. Ia mulai mendapatkan beragam bentuk pelecehan yang datangnya dari paman dan temen sepermainannya sendiri, sehingga inilah yang mulai menumbuhkan sifat lacur dalam dirinya.


            Tak jauh berbeda, dalam pertambahan usianya pun, tak lantas membuatnya lepas akan sesuatu yang berbau pelecehan seksual. Hingga pada akhirnya menumbuhkan sisi lain dalam diri Firdaus yang membawa pemikirannya berani dan menuntaskan sekaligus dirinya di dalam lingkaran prostitusi. Tak sampai disitu, ia pun berani membunuh seorang germo yang secara tidak langsung memunculkan sisi kebenciannya terhadap kaum yang dinamakan lelaki. Inilah yang kemudian mengantarkan Firdaus ke dalam jeruji besi.


            Alur ceritanya menggunakan gabungan alur maju-mundur yang disuguhkan dengan begitu tertata. Kisah yang diangkat pun menarik karena mengangkat isu sosial yang teramat berpengaruh di masa itu. Karena pada masa itu, banyak terjadi tindak kekerasan kepada wanita, bahkan parahnya lagi tak ada undang-undang untuk melindungi hak wanita Mesir.


            Ini juga ada kaitannya dengan masa sekarang, bagaimana tidak jika dalam setiap perkembangan zaman pada kenyataannya tindak kekerasan maupun asusila terhadap wanita masih bisa dibilang tinggi. Baik itu di Indonesia sendiri, yang notabenenya sudah mendirikan yang namanya Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Perempuan, juga rancangan undang-undang atas tindak lanjut mengenai kasus itu, nyata tak memiliki peran banyak untuk mengusut tuntas tindak asusila maupun kekerasan tersebut. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh beragam aspek. Tak terkecuali baik yang datangnya dari wanita itu sendiri maupun lawan jenisnya.


            Bicara mengenai sampul novelnya, menurut saya kurang menggambarkan isi dari cerita itu sendiri. Juga, di sisi lain sampulnya terlihat sangat membosankan dan kurang menarik minat pembacanya.


            Beranjak dari situ, dan beralih pada bahasa buku Perempuan di Titik Nol ini yang menurut saya pribadi cenderung sulit di pahami dan perlu beberapa kali baca untuk benar – benar mengerti akan isi ceritanya. Juga beberapa kata vulgar yang terkesan menyuguhkan sesuatu berbau pornografi membuat sedikit tidak nyaman saat membacanya. Untuk itu, sepertinya buku ini memiliki Rating 18 tahun ke atas. Juga tidak di sarankan untuk usia di bawah itu membaca sendiri tanpa dampingan dan pengawasan dari orang tua karena ditakutkan akan terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan kalimatnya. Dan satu yang terpenting, dalam novel ini terlalu mengkambing hitamkan posisi seorang lelaki, sehingga tersemat secara tak langsung “bahwa sumber kesalahan hanya terletak pada lelaki”. Tentu ini seakan memberikan ciri bahwa novel ini berbau feminisme.


            Namun sejauh ini tetaplah amanat dibaliknya sungguh banyak di dapatkan, antara lain pelajaran dimana seharusnya kesetaraan gender dalam hak dan sejenisnya harus diperhatikan, pun sebagai wanita hendaknya kita berani menyuarakan sesuatu yang berpotensi melecehkan diri sendiri baik itu secara verbal maupun non-verbal agar di proses secara hukum, ada pula pesan terhadap orangtua yang perannya harus optimal dengan mengenalkan pada anak mengenai alat reproduksi dan hal lain yang dalam hal ini nyata sebagian masyarakat masih menganggapnya sesuatu yang tabu (sehingga terkadang ini juga menjadi salah satu faktor mengapa tindak asusila masih menjadi masalah yang tidak terselesaikan), juga mengajarkan kita untuk menghargai orang lain dengan apapun profesi yang digelutinya sekalipun itu adalah profesi sebagai seorang psk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Selingkuh - Paulo Coelho

Resensi Buku : Skenario Perang Dunia III

Done for me