Resensi Buku : Jejak Langkah

Resensi Buku

Judul                : Jejak Langkah

Pengarang       : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit           : Lentera Dipantara

ISBN               : 979-97312-5-9



Jejak langkah adalah Tetralogi Pulau Buru yang ketiga oleh Pramoedya Ananta Toer. Sekilas di dapatlah sebuah alur yang mengantarkan kita sebagai seorang pembaca pada keadaan dimana sekolah  pada era itu memberikan kesan pembeda yang menonjol atas nama ras dengan dalih harus mengikuti ketentuan sesuai adat dimana ia berasal. Juga sedikit menyinggung mengenai makna terpelajar itu sendiri sebagaimana mencerminkannya hasil didikan.


Berikutnya kita diajak untuk mengenal lebih jauh sepak terjang adanya rasa nasionalisme dalam seluk beluk pembentukan sebuah organisasi yang mana dalam hal ini digagas oleh pemeran utama yakni Minke atau yang sejauh ini kita ketahui berkiblat pada sosok Tirto Adhi Soerjo.


Sederet kalimat hingga mencapai paragraf dikemas dengan bahasa yang unik nan mengena pada hati pembaca, walau tak dipungkiri banyaknya kata yang meminta diri untuk memahami sedalam mungkin makna dibaliknya. Selain itu penggambaran keadaan dimana pembahasan mengenai peperangan ataupun segala hal yang di bahas oleh tokoh Ter Haar cukup menyulitkan untuk bisa dimengerti.


Mungkin buku ini akan cocok dibaca oleh orang yang menyukai sastra, aktivis, pelajar dan beberapa orang tertentu, dikarenakan bahasa yang terkadang sulit dipahami tentulah akan membuat orang awam merasa tak nyaman saat membacanya.


Adapun sebuah adegan yang menyita perhatian ialah pada saat Ang San Mei (Istri kedua Minke yang berkebangsaan Tionghoa) memberikan banyak gambaran mengenai bentuk perjuangan terutama dari angkatan muda Tionghoa itu sendiri, bahkan Mei pun menjabarkan secara luas keadaan luar yakni berupa peliknya penjajahan Spanyol yang memicu perlawanan rakyat Philipina serta keberhasilan Jepang menaklukkan belahan bumi utara.


Sebenarnya darisini kitapun dapat mengetahui betapa Mei ingin memperlihatkan sisi nasionalisme yang harus dimiliki oleh anak bangsa guna melindungi dan sebagai wujud cinta terhadap tanah air.


Tak urung Minke mengalami beberapa pergolakan batin pada saat Mei terus saja mendesak agar Minke berani memulai sebuah pergerakan karena dianggap Mei bahwa Minke itu dibutuhkan oleh bangsanya (Ini tersebab Minke yang terlalu larut dalam pencapaiannya sendiri).


Kemudian desakan semakin berlanjut dikala salah seorang pensiunan dokter Jawa memberikan pidatonya terkait sebuah pergerakan dalam organisasi. Yang dianggapnya akan membangkitkan golongan pribumi serta membangun kesadaran bangsa dari keterpurukan yang dialami.


Dan kematian Mei menjadi langkah awal dimana Minke terpaksa menghadapi keadaan tersulitnya yang harus menyudahi sekolah kedokterannya dan dikenai denda sekian banyak.


Tapi karena tekadnya yang kemudian membulat dan disertai dukungan finansial serta emosional oleh Nyai Ontosoroh kemudian lahirlah sebuah organisasi dalam kesusahpayaan Minke atasnya. Dan disertainya majalah mingguan yakni Medan Prijaji (Milik pribumi pertama, dan bukannya milik Hindia) guna menampung segala bentuk dari suara penindasan dan ketidakadilan yang dialami rakyat.


Kemudian pasang surut kehidupan organisasi itu pun bermunculan dan terus menjadi duri yang seolah membantai gerak Langkah Minke untuk mencapai tujuannya. Namun sekali lagi dapat terbuktikan dengan semakin jayanya organisasi bentukan setelahnya dan sudah memiliki percetakan korannya sendiri.


Ada banyak sekali amanat yang terkandung di dalam ratusan lembar isi dari buku Jejak Langkah ini. Yang beberapa diantaranya ialah berupa betapa pentingnya menumbuhkan rasa kesadaran terhadap sosial, sumbangsih pemikiran muda untuk membawa kemajuan bagi bangsanya yang terpuruk, pengambilan sikap yang harus dipertimbangkan dengan matang melalui beberapa aspek yang ditinjau, keberanian untuk memulai sesuatu demi kebaikan bersama baik berupa lisan dan tulisan, serta ketidakgentaran terhadap ancaman-ancaman yang dinilai ingin memupuskan keberanian melangkah.


Untuk pemilihan “Jejak Langkah” sebagai judul pada buku kali ini sudah cukup menggambarkan keseluruhan isi dimana memang mengisahkan asal muasal adanya sebuah pergerakan dalam naungan organisasi dan melalui media yang dimiliki sendiri. Tak ubahnya sebuah rentetan peristiwa yang sistematis mengenai sebuah hal pokok yang menjadi pembahasan inti di dalam buku.


Selain itu pemilihan untuk menitikberatkan fokus terhadap dunia jurnalistik membuka mata kita akan fakta objektif di lapangan mengenai baik buruknya terjun dalam bidang ini, pahit manisnya perjuangan mengungkap kebenaran, serta adanya pembungkaman yang mengharuskan semua bentuk perlawanan dapat dialihkan kepada hal kepenulisan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!