Resensi buku : Animal Farm

Resensi Buku

Judul                            : Animal Farm

Karya                           : George Orwell

Penerjemah                 : Bakdi Soemanto

Penerbit                       : PT. Bentang Pustaka

Cetakan Pertama         : Januari, 2015

ISBN                            : 978-602-291-070-1


            George Orwell memiliki nama asli Eric Arthur Blair; Motihari, lahir di Bengal, India pada 25 Juni 1903- meninggal di Sutton Courtenay, Oxfordshire, Inggris pada 21 Januari 1950. Ia adalah seorang sastrawan Inggris yang terkenal.


            Semasa George hidup, secara terus menerus ia menopang hidupnya sebagai pengulas buku, pekerjaan menulis yang sangat lama membuat ia kemudian memiliki andil dan berpengaruh dalam dunia kritik sastra. Beberapa buku karyanya antara lain ialah Nineteen Eighty-Four (1949), Homage to Catalonia (1938), The Road to Wigan Pier (1936), Animal Farm (1945), dan masih banyak lagi yang lainnya.


            Untuk kali ini, mari sekilas menilik isi sedikitnya dari novel terjemahan milik George yang berjudul Animal Farm. Novel ini di awali prolog pengenalan kehidupan sebuah peternakan dalam sebuah kota. Dimana yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini ialah hewan itu sendiri.


            Dikisahkanlah dalam rentetan halaman per halaman novelnya, sebuah sepak terjang dalam upaya para hewan membebaskan diri dari kekangan manusia. Yang dalam hal ini, seekor babi lah yang menjadi pelopornya.


            Namun karena sang pencetus utama upaya perlawanan telah tiada, maka dua babi lain mengambil alih misinya. Disinilah kemenangan para hewan bergema di seantero kota. Kemudian berkuasalah dalam sebuah peternakan, yakni para hewan itu sendiri yang setelahnya mulai tercipta sebuah struktur yang meniadakan kalimat “setiap hewan adalah saudara”.


            Mencapai ujung konflik banyak pertentangan yang kemudian melahirkan perpecahan menjadi dua buah kubu, yang dimana sebuah taktik politik gencar dilakukan seekor babi untuk menjatuhkan babi lainnya (partner berjuang) demi kekuasaan mutlak dan otoriter sifatnya. Lalu bermunculan lah beragam ketidak adilan hingga pada akhir penutup novel ini.


            Sejauh jarak pandang saya terhadap sajian novel ini sedikit banyak masih berkaitan dengan sistem pemerintahan yang ada. Entah bagaimana penulis sedemikian cerdiknya menulis sebuah karya yang memiliki sebuah relevansi dengan dunia perpolitikan hingga saat ini.


            Namun nyatanya tersaji sebuah fakta manakala di saat penulisan novel, George tengah mencoba untuk menggambarkan sebuah alegori dunia perpolitikan pada masa Perang Dunia II sebagai sindiran atas kebersungguhannya Rusia.


            Sesuatu fakta yang menarik sebagai latar belakang dituliskannya sebuah novel klasik yang fenomenal ini.


            Saya katakan memiliki sebuah relevansi, karena pada praktiknya hingga saat ini apa yang digambarkan dalam novel tersebut masih berlaku dalam sistem pemerintahan.


            Sesuatu yang bisa menjadi fokus utama juga kepandaian dalam menganalogikan sifat manusia yang mirip dengan hewan. Pemilihan tokoh utama yang berupa seekor babi, dan pemilihan tokoh lain seperti seekor keledai yang seolah memiliki kecerdasan, dan lain sebagainya.


            Seperti yang sudah menjadi rahasia umum, bahwa dalam sistem perpolitikan seseorang bisa menjadi serigala bagi orang yang lainnya. Tak ayal, cara keji pun sampai terlaksana seolah hal itu menjadi sesuatu yang biasa di lakukan. Lain dari itu, sifat hewani seorang manusia pun akan menguar di karenakan belaian tiga hal pokok menjadi fokus alihan dari akal jernihnya, yang tak lain berupa harta, tahta, dan wanita.


            Untuk penyajian sampul buku telah memunculkan banyak pertanyaan akan isinya. Dengan warna merah muda dan gambar babi yang memiliki semacam topi berbintang (seolah mengesankan akan sebuah jabatan), mungkin sekilas bagi orang yang jeli akan langsung menangkap apa kiranya isi dari novel tersebut.


            Sedangkan untuk isi dari buku sendiri memiliki tingkat kesulitan pemahaman bagi pembaca tersebab ini merupakan novel terjemah dimana kesesuaian kalimat dalam bahasa asing menjadi pertimbangan dalam menerjemahkannya. Sehingga, amat di sayangkan karena tak semua orang dapat menangkap isi cerita secara langsung dan memaknainya.


            Lalu untuk keseluruhan, novel ini cocok menjadi bahan bacaan bagi kawula muda untuk mempelajari gaya bahasa, kiasan, sudut pandang orang barat, dan sebagai inspirasi guna memunculkan ide – ide kreatif lainnya untuk menulis dan mengamati secara mendalam isu sosial yang kiranya memakan waktu yang lama dalam pengkajiannya.


            Ada kalanya kelebihan dan kekurangan dalam buku ini saling mempengaruhi satu sama lainnya, namun bukan berarti antara keduanya tak memiliki sesuatu yang disebut manusiawi itu sendiri. Kurang lebih itulah sedikit ulasan yang bisa saya sampaikan mengenai buku Animal Farm ini. Beda kepala beda pemikiran, maka setiap penilaian tak terpungkiri pasti akan berbantahan dengan penilaian lainnya, karena sejatinya itu adalah suatu hal yang wajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Selingkuh - Paulo Coelho

Resensi Buku : Skenario Perang Dunia III

Done for me