Resensi Buku : Anak Semua Bangsa
Resensi
Buku
Judul :
Anak Semua Bangsa
Pengarang :
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :
Hasta Mitra
ISBN :
979-8659-13-9
Tetralogi
kedua dari karya seorang penulis mahsyur Pramoedya Ananta Toer, setelah
sebelumnya Bumi Manusia mengawali menjadi sebuah buku yang layak dinantikan dan
dinikmati setiap kelanjutan kisahnya.
Penyajian
alur yang rapi dan tertata membuat pembaca begitu mudahnya mengikuti setiap
cerita demi cerita. Pun tak ubahnya esensi yang ditonjolkan cukup memberikan
kesan baik dan mencakup seluruh persoalan yang memberikan banyak amanat.
Tak
jauh dari sebuah kisah perjuangan, dalam buku ini pun sama halnya dengan
tetralogi pertama Bumi manusia. Pembedanya terletak pada cakupan masalah yang
dialami oleh tokoh utama, Minke. Kalau di buku Bumi Manusia terfokus pada
masalah pribadi sang tokoh utama, maka dalam tetralogi kedua buku Anak Semua
Bangsa ini membuka cakupan masalah sosial dan keluar dari zona pribadi tokoh
utama.
Di
awali permasalahan rumah tangga Minke hingga perselisihannya dengan Jean Marais
sahabatnya yang nyata membawa pemikiran baru, dari situlah kemudian segala
perkembangan pemikiran mulai menguasai Minke.
Termasuk
dakwaan Kommers bahwa Minke tak mengenal bangsanya yang kemudian mengantarkan
Minke untuk memulai melihat keadaan sekitarnya, menganalisisnya hingga menjadi
lecutan hebat kepada dirinya yang sedari dulu terlalu berfokus pada satu
peradaban zaman modern.
Buku
ini setidak – tidaknya mengajarkan kepada kita sebagai seorang pembaca untuk
menjadi pribadi yang tak menganggap permasalahan yang kita hadapi adalah
masalah besar yang terlalu sulit teratasi, karena diluaran sana lebih banyak
segelintir orang yang memiliki jauh lebih besar permasalahan dalam hidupnya.
Lain
dari itu, dalam segi kepenulisan sendiri didapati amanat bahwasannya atas apa
yang kita tulis baik disadari maupun tidak akan membawa dampak terhadap kita
dalam kehidupan, pentingnya kita harus memiliki data yang relevan dan memiliki
cakupan aspek dari berbagai tinjauan agar tidak terkesan seperti pidato yang di
dalamnya hanya menjelaskan satu permasalahan dan lebih banyak berisikan
pendapat dan ajakan.
“Kehidupan
ini seimbang, terlalu banyak memandang keceriaan maka dia gila. Sedangkan
terlalu memandang penderitaan maka dia sakit”
-Kutipan
kalimat Kommers, Anak Semua Bangsa-
Benar
dia kata, dalam hidup ada baiknya kita menyeimbangkan antara keduanya. Tak
boleh lebih ceria, begitupun tak bolehnya lebih sedih. Sesuatu yang berlebihan
kita tahu takkan membuahkan suatu
kebajikan. Tahulah kita daripadanya, tersebab usia yang telah menginjak
dewasa tahap pertama maupun yang lebih.
Secara
keseluruhan amanat lain dari buku ini meliputi cara pikir kita terhadap sesuatu
yang meminta perhatian besar (Kehebatan, Kemashyuran, Perkembangan IPTEK, dll)
haruslah tetap berada pada porsinya hanya sebagai lecutan untuk maju dan
bukannya sebagai suatu dewa (Diagung-agungkan) sehingga berakhir lalai akan
segala yang ada di lingkungannya, berbijaklah dalam mendalami suatu
permasalahan apalagi jika mencakup kritik sosial, berlapang dadalah akan semua
kritikan karena sejatinya kritikan itu merupakan tangga kita menuju hal yang
lebih baik lagi kedepannya, jangan berpuas akan pencapaian sesuatu dan
menginginkan lebih daripadanya sehingga mengakibatkan keterlupaan akan kondisi
yang mendesak lainnya (Menjadi tidak peka sosial, dan fokus memuaskan hasrat
diri untuk meraih sesuatu).
Cocok
kiranya buku ini menjadi bahan bacaan bagi penggiat sosial, calon jurnalis,
usia remaja hingga rentang dewasa yang menyukai peliknya persoalan di era
kolonial dan menjadikannya sebuah acuan relevansi dengan masa sekarang. Walau
bahasa yang digunakan oleh Pramoedya ini banyak menggunakan kiasan dan majas
yang tentunya bagi sebagian awam tak mudah memahaminya namun ini tidaklah
kemudian membunuh detail fokus yang coba untuk disampaikan terhadap pembaca.
Komentar
Posting Komentar