Oh ternyata,


Akhir – akhir ini aku banyak memperhatikan sosial media, portal pemberitaan, buku (barangkali). Kutemui atasnya bahwa aku ini nyata masih jauh sekali dari kata “tahu”, banyak hal baru yang membuatku spontan masih menggumam “Oh, begini. Oh, begitu”. Sombonglah aku ini jika berjalan dengan congkaknya mengangkat kepala diantara ribuan sesama untuk kemudian memandang rendah karena jenjang pendidikannya.


Semakin hari semakinlah aku merasa bodoh dengan pemikiranku sendiri. Tak boleh harusnya merasa mengerti akan sesuatu hal padahal benarnya nol besar. Membaca buku, dari kebiasaan yang mulai terbangun akan paksaan itu aku mengerti maksud dibaliknya.


Oh siapakah aku? Hanya sebutir debu yang bermimpi menggapai bintang dalam genggamannya. Dalam pribahasa katakanlah semacam pungguk merindukan bulan. Duh, dramatis sekali manusia semacam aku ini. Heuheu,


Sedikit demi sedikit ku jumpai bacaan yang membuatku banyak merorientasikan pikiran padanya. Mulai dari bacaan yang ditentukan hingga bacaan yang kemarin ini baru ku beli.


Tahulah kiranya, aku pasti akan membeli buku yang membuatku merasa nyaman saat membacanya tanpa disuruh. Apa yang benar, bukan siapa yang benar (Emha Ainun Nadjib), Tuhan Maha Asyik 2 (Sudjiwo Tedjo & Dr. Muhammad Nursamad Kamba). Kedua buku itu menjadi pilihan untuk menemani senggangku yang biasa terpakai untuk sekedar leyeh-leyeh alias malas beraktivitas.


Bapak yang membaca dahulu mengenai buku dari Sudjiwo Tedjo, sedangkan aku yang ditulis oleh Mbah Nun. Belumlah rampung aku membaca, orang sok sibuk macamku ini bersyukur karena bagian buku terbagi menjadi beberapa bagian cerita kecil sehingga bisa membantu memberi jeda bacaan agar tak terlalu panjang membaca.


Aku tertarik akan kalimat yang ditulis Mbah Nun yang menyatakan ayat kauniyah ialah alam semesta beserta isinya (Segala ciptaan Tuhan diartikan sebagai ayat atau tanda kehebatan Tuhan), sedangkan kitab yang ada merupakan ayat qouliyah (menggunakan kata dan bahasa yang dipahami oleh manusia), dan ayat wujudiyah yaitu firman yang dihadirkan sebagai wujud (meliputi manusia, hewan, tanaman, galaksi, dan segala yang gaib).


Disitu sebenarnya dikaitkan dengan cerita penistaan. Yang ku tangkap dari ceritanya ialah bahwa segala bentuk penistaan tak hanya berfokus dan terjadi hanya pada ayat kitab saja. Karena pada penjabaran memuat bahwa semua yang termasuk pada ayat kauniyah, qouliyah dan wujudiyah merupakan firman Tuhan juga yang bisa dikatakan “ternistakan” oleh sesuatu yang membuat demikiannya.


Maka dari itu, kemudian segala bentuk ucapan dan perbuatan haruslah memiliki takaran kontrol yang baik. Janganlah sampai menyakiti hingga berpotensi pada hal yang terkait penistaan itu sendiri.


Aku pribadi yang anak piyik ini jujur beberapa kali menimang-nimang, memikirkan, dan mencoba menalar sedikit (meskipun sadar belum pro:v) akan apa yang ada di bagian bacaan yang ini. Tentulah aku sedikit bingung, akan sangat menyenangkan apabila ini menjadi bahan diskusi dalam suatu forum.


Otakku diajak naik roller coaster, hihi. Travelling kemana-mana, biarlah ketidaktahuanku ini menjadi lecutan untuk semangat dalam menggali lebih jauh beberapa hal yang perlu ku ketahui dan tentunya membawa andil besar terhadap kelangsungan hidupku kedepannya.


Sadar betul aku ini kalau belajar dan mencari tahu itu tak melulu pada secarik kertas dan semacamnya, pada manusia pun baik yang menempuh pendidikan maupun yang belajar dari kehidupan juga nyata bisa memberikan banyak pandangan yang mengarahkan pada pemahaman pribadi dalam bentuk kesimpulan.


Semenjak berada dalam dunia universitas, banyak hal yang membuatku berubah dari yang terdahulu, sadar ini perubahan yang baik maka aku teruskan. Selanjutnya ku biarkan mengalir sebagaimana Tuhan mengarahkanku padanya, agar aku mendapat ilmu yang ku butuhkan dan bukannya ku maui.


Semoga yang dalam masa pencarian ilmu tak pernah menemui puas atasnya, ilmu tiada batas dan siapa pun berhak mendapatkannya. Ilmu bukan hanya di dapat dari ia yang katanya “Terpelajar” tapi juga berasal dari ia yang mengerti ilmu dari kehidupan. Satu hal yang pasti menurutku, sebuah ketidaktahuan itu baik karena akan mengarahkan kita pada ribuan tanya untuk kemudian menuntut jawaban dari padanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!