PLEASE , BREAK FOR A SECOND!


Aku tidak tau apa hanya di malam ini saja, awan menjadi sehitam arang dengan kadar kepekatan yang teramat sangat mendalam seolah mencekam. Hanya dengan bulan sabit yang menggantung seolah bisa menjadikan arah pandang menjadi terfokuskan.


Aku tak banyak paham akan apa yang terjadi di malam ini. Semuanya tampak kabur dalam pandangan, atau bahkan tak berbentuk walau hanya sepintas abstrak saja? Tidak tau, aku tidak benar – benar tau dan paham akan itu.


Aku ingin bertanya, tapi untuk apa? Lagi pula kesibukan orang dewasa tak pernah mengalihkan sejenak pandangan pada kesunyian langit malam. Semuanya sibuk dengan dunia elektroniknya masing – masing, sibuk dengan banyak hipotesa kehidupan, sibuk memikirkan dinamika pekerjaan, dan segala sibuk yang melengserkan sesuatu yang disebut kedamaian.


Identiknya, pagi dan siang menyibukkan kita dengan kata “produktif” yang menggunung setiap pergantian detik ke menit, kemudian teralih pada jam, dan jam yang menjadikan hari berganti minggu, begitupun minggu terhadap bulan. Semakin jaman berangsur berganti dalam alurnya, semakin terlihat pula kumpulan orang – orang yang sibuk dengan dunianya sampai tak tau lagi kapan hujan akan datang atau juga kapan populasi hewan tertentu menjadi berkurang.


Kemudian, inilah malam. Dimana dahulu sangat dinantikan oleh setiap keluarga untuk sekedar duduk bersama menikmati udara malam dengan pandangan lurus ke langit berbintang, juga di iringi oleh alunan merdu barisan para jangkrik dibalik ilalang.


Tapi sayang, malam pada jaman ini tak menemui damainya, tak menemukan temannya bercengkrama, tak bisa mengistirahatkan setiap pasang mata yang terjaga untuk segala jenis urusan. Sungguh, memang begitu adanya. Kecuali beberapa kelompok tani kecil di pedesaan, maupun anak – anak dusun yang tak acuh dan tetap berlarian dalam naungan malam.
Sebenarnya apa yang salah? Mengapa malam tak lagi mendapatkan haknya untuk menyelimuti damainya mimpi di alam bawah sadar?.


Apa yang berbeda? Dan tersebab apa malam tak lagi memiliki  kuasa akan tugas seharusnya? Apa karena jaman yang sudah berubah atau bisa juga karena ke egoisan manusianya?


Urusan, kesibukan, prioritas, masa depan, dan penugasan. Adakah lagi yang tak kusebutkan? Persetan dengan segala jenis julukan karena pada nyatanya semuanya berlindung di dalam tekanan.


Kalau dulu, para tetua dan moyang mengalami tekanan dalam jasmani akibat sejarah penjajahan yang tak berkesudahan, maka sekarang cicitnyalah yang mengalami tekanan rohani akibat penjajahan otak akan sebuah tujuan yang dengan harapannya akan terus berkembang dan berkembang. Maksud hati bukan tak mau berkembang, akan tetapi terlalu memaksakan akan menorehkan luka pada jiwa yang malang bukan?


Memang, dunia ini perlu perubahan. Tapi terlalu memaksa perubahan yang terus melonjak signifikan bukannya membuat diri bahagia, namun membuat jiwa semakin kehilangan rasa tenangnya.


Semakin tua dunia semakin tamak pula ternyata kehidupan manusia dari jaman ke jaman. Bukan tidak mungkin kalau semisal di masa depan kehidupan makhluk hidup yang disempurnakan dalam perwujudan manusia akan menjadi seperti sebuah robot buatan. Tak punya istirahat, tak punya perasaan, jua melakukan segala sesuatunya dengan tak bertujuan selain perintah dari empunya.


Entah bagaimana manusia semakin hilang kendali akan dirinya. Yang satu sibuk akan dunianya, yang satu sibuk akan pencapaian ambisinya, dan sepersekian persen kecil diantaranya sibuk merenungi segala hal yang dipandang remeh oleh mayoritas. Seperti tulisan ini misalnya?


Aku tak pernah tau bagaimana kelanjutan dari tulisan ini, sewaktu – waktu aku yakin semua akan berubah walau tak mengubah apapun yang sudah ku prediksikan. Sedikit diantara kalian akan memahami apa yang ingin ku coba untuk sampaikan pada kalian dalam tulisan kali ini.


Istirahatlah, rehatlah, tak perlu memaksakan apa yang seharusnya tak menjadi porsi dalam kesanggupan. Hiduplah sebagaimana kau ingin hidup. Lakukan apapun yang menurutmu itu perlu, bahagiakan hatimu serta jiwamu. Lelahmu hanya butuh istirahat sebagai imbalan, bukan sebuah penghargaan yang nyatanya menyiksamu secara terang -  terangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!