Kasih Ayah Sepanjang Masa


Hari ini perkuliahan berlangsung dengan dua mata kuliah yang berdekatan jamnya, baru selesai sekitar jam 12.20 WIB. Dengan adanya sebuah tugas, maka setelahnya segera ku putuskan untuk pergi ke warung ibu saja, walau biasanya jam seperti ini hanya pembeli kue saja yang datang silih berganti, namun aku berharap nanti ada seseorang yang singgah untuk sekedar mengopi agar bisa kuajak berbincang.


Sesampainya aku di warung ibu, disana sepi. Karena ibu bilang kuenya pun telah habis hanya tinggal menunggu pelanggan yang memesan kue dari ibu. Ku lihat bapak tengah berbincang santai dengan seseorang yang tak jauh pautan usianya dengan bapak. 


Mereka tampak berbincang santai dengan saling menikmati rokoknya masing-masing.
Aku mendekat ke arah mereka dan meraih tangan bapak untuk kemudian ku cium telapak tangannya sembari mengucap salam. Seseorang di sampingnya pun turut menjawab dan menganggukan kepala sebagai tanda menyambut kedatanganku pula.


Bapak mengenalkanku padanya, dan ia pun mengatakan bahwa ia memiliki putri yang seumuran denganku. Ia sudah menceritakan kisahnya pada bapak, namun karena aku memintanya bercerita sekalian untuk mengobrol dengannya, ia pun menceritakan kembali peristiwa yang menimpa putrinya beberapa waktu lalu.


Ngomong-ngomong, sebagai informasi saja bahwa beliau ini adalah seorang pencari barang bekas (sebagai sampingan), dengan pekerjaan tetap sebagai buruh pemetik buah mangga di desa seberang. Beliau membanting tulang demi keberlangsungan hidup keluarga kecilnya. Sebelum bercerita ia pun menanyakanku banyak hal. Soal dimana aku berkuliah, sudah mulai ke kampus atau belum, dan masih banyak lagi basa-basi lainnya.


Hingga tiba di saat ia mulai akan bercerita mengenai putrinya. Dengan menyesap kopi yang masih mengepul itu, ia kemudian membuka suara dengan mengatakan bahwa putrinya adalah anak yang baik dan pintar. Putrinya itu menamatkan sekolah terakhirnya di MA dekat desanya.


Singkat cerita setelah kelulusan tiba, sang putri mengatakan keinginannya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena senangnya, kemudian beliau mengiyakan dan berusaha mengupayakan uangnya agar cukup untuk segala keperluan putrinya nanti.


Putrinya mengatakan, bahwa dalam satu sekolah ia diajak temannya untuk melanjutkan berkuliah di Sidoarjo, Surabaya. Lebih tepatnya di Universitas Swasta Muhammadiyah katanya, karena putrinya akan berkuliah sambil mengambil asrama di pesantren.


Beliau begitu bangga terhadap putrinya, meskipun upah dari kerja yang ia lakukan tak menghasilkan rupiah melimpah ia tetap akan mengusahakan yang terbaik bagi putrinya. Bapakku pun setuju dengan ucapan beliau. Mereka berdua dalam satu suara karena mereka beranggapan bahwa pendidikan itu lebih penting dari segalanya. Walau orangtuanya bukan tamatan sarjana, setidaknya putra-putrinya harus menyandang status tersebut tanpa keraguan akan rizqi orangtua. Karena upaya yang baik untuk sesuatu yang baik pula tak akan pernah berhenti mengalir (Rizqi orangtua terletak pada kebahagian anak, kata bapakku). Sambil sesekali tersenyum aku menanggapi dua sosok hebat ini.


Ia meneruskan ceritanya. Segala persiapan telah dilakukan, bahkan administrasi dan sebagainya telah purna. Saat kurang beberapa hari mereka akan pergi ke Surabaya, teman dari putrinya mengatakan bahwa ia membawa sebagian keluarganya sehingga diharuskan menyewa mobil. Maka dengan waktu yang teramat singkat, putrinya mengatakan pada beliau akan masalah ini. Hingga beliau pun mencari mobil sewaan untuk mengantar putrinya juga.
Di hari h mereka berangkat, sang putri telah berjanji dengan temannya untuk bertemu di Surabaya. Raut bahagia terpancar jelas dari putrinya, beliau senang melihat raut berseri putrinya itu.


Kemudian sampailah mereka di asrama, segala barang bawaan pun diturunkan dan dipindahkan ke dalam kamar di asrama. Setelah beberapa waktu berjalan, teman sang putri tak kunjung datang. Ia pun berkali-kali menghubungi temannya tersebut. Hingga waktu telah menunjukkan sore hari akan menjelang malam, maka kedua orangtuanya pun memutuskan untuk pulang.


Di malam hari saat telah sampai di desanya, beliau di telfon oleh sang putri. Putrinya tak kunjung berbicara dan selalu menangis. Akhirnya dengan panik beliau terus bertanya “ada apa?”, kemudian dengan suara terbata sang putri mengatakan bahwa temannya itu tidak jadi berkuliah, ia membatalkan pendaftarannya disana. Dengan terkejut awalnya beliau menyarankan untuk bersabar dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja walau putrinya sendirian disana dengan tidak mengenal seorangpun. Yang ku tangkap disini, putrinya adalah seorang yang pemalu, dan kurang bisa cepat beradaptasi di lingkup yang baru.


Kemudian, nyatanya segala kalimat penenang tak bisa meredakan tangis sang putri yang kian menjadi-jadi. Beliau tau kalau putrinya takut sendirian disana mengingat ini adalah kali pertama ia jauh dengan keluarga dan tanpa seorangpun yang dikenalnya. Dengan berat hati dan setengah kecewa namun juga bercampur rasa khawatir yang mendalam akhirnya beliau mengatakn bahwa besok juga akan menjemput putrinya. Tidak apa kalau putrinya tak mau berkuliah disana.
Pagi harinya beliau menyewa lagi sebuah mobil untuk menjemput putrinya di Surabaya.


Kata beliau, kebahagiaan dan kesenangan putrinya adalah yang utama, walau beliau sadar sudah banyak menghabiskan banyak uang untuk ini namun beliau tak menghiraukannya.


Singkatnya, kemudian setelah kurang lebih 4 hari ada kenalan beliau yang menawarkan bantuan untuk memasukkan putrinya di universitas swasta di Kota Probolinggo, akhirnya dengan semangat yang masih tinggi beliau menawarkan pada putrinya, dan putrinya pun mau berkuliah disana. Begitu cerita itu berakhir, mata beliau terlihat sedikit sendu. Aku memahami perasaannya. Tak ada seorang ayah yang mampu melihat tangis putrinya, melihat luka maupun duka yang menimpanya pula. Mungkin kalau bisa, seorang ayah pun rela mengorbankan dirinya untuk kebahagiaan putrinya. Sehebat itu peran dan perasaan seorang ayah, tidak ada yang bisa menyaingi ketulusan pengorbanan dan cintanya(di luar konteks kasih sayang ibu yang tiada batas).


 Sebagai info : Beliau enggan disebutkan namanya, untuk menghargai maka tidak saya cantumkan namanya disini, karena sebelumnya saya mengatakan bahwa akan menulis ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjara untuk Kebebasan

Resensi Buku : Saman

Come Back!!!