Cerpen : My Dearest Papa?
Pagi ini terasa berbeda dari pagi - pagi yang lalu . Kini pria bertubuh jangkung itu berkenan duduk di hadapanku , walau ia melakukannya atas dasar paksaan . Tak papa , aku cukup bahagia bisa menghabiskan waktu makan pagiku dengan melihat wajahnya .
"Pagi ini kau akan di antar papamu yah sayang , bersenang - senanglah"
Tangan keriput itu membelai surai panjangku dengan sayang , yah Kakek Subroto . Ia yang selalu memberikan apa yang menjadi inginku kecuali papa seutuhnya , walau sekeras apapun kakek memaksa papah , tetap saja itu tak akan merubah apapun .
Pagi ini kakek datang untuk mengunjungi rumah kami . Rumah? entahlah , kurasa ini lebih cocok untuk disebut sebagai pemakaman .
"Aku menunggumu di mobil , cepat habiskan sarapanmu dan segera menyusul . Jangan membuatku marah karena harus menunggumu terlalu lama" Ujarnya dengan sorot mata nyalang .
Kau tau siapa dia? Dia papaku , Alexander Wijaya Subroto . Yang memiliki mata setajam elang , garis hidung yang sempurna , dan jangan lupakan betapa berwibawanya ia . Tapi sayang , hanya aku disini yang menganggapnya ada .
Ku anggukkan kepala tanda mengerti ucapannya. Kalau kau berpikir hatiku sakit , maka kau salah . Ini bukan kali pertama terjadi di kehidupanku . Rasaku mungkin telah mati bersama ribuan kejadian dari kecil hingga aku menjadi sebesar ini .
***
Kaki jenjangku menyusuri koridor sekolah dengan anggunnya . Beribu pasang mata memindai dari kepala hingga ujung kakiku . Tak ada yang salah denganku . Aku siswi berpestasi disini , kecantikan parasku tersohor di kalangan sekolah , serta di dukung oleh kepemilikan kakek atas nama sekolahku ini .
Dari jauh kulihat seorang lelaki cantik dengan comma hairstyle nya berlari menuju kearahku . Jangan lupakan lengkung manis seperti bulan sabit yang tergambar di wajah cantiknya .
"Hari ini paman mengantarmu yah?" Ujarnya seraya mengatur pernafasannya yang kurang stabil karena berlari.
"Hmm" Balasku tanpa menghentikan laju jalanku.
"Ckk , kau ini . Lain kali dengarkan aku saat berbicara denganmu . Tatap mataku lalu berikan respon terbaik . Kau membuatku kesal"
"Dasar pria gila hormat"
"Yakkkkkkkk !!! Galexia! Kurang ajar sekali gadis ini"
***
Galexia , Galexia Wijaya Subroto . Itu namaku , Xia adalah panggilan dari orang sekelilingku . Rambut Panjang sepunggung menghiasi kepalaku , wajah yang mirip dengan papaku , serta kecerdasan otakku . Xia yang menjadi bintang di sekolah Starlight , Xia yang katanya memiliki kesempurnaan yang membuat iri seluruh penghuni sekolah . Hanya saja , mereka tak melihat cacatnya dunia keluargaku .
***
"Kau baik - baik saja cantik? , wajahmu terlihat tak ada gairah seperti biasanya ."
"Kau ini bicara apa . Dengar yah Gata Adirangga yang terhormat ! Lelaki tercantik di sekolah ini .. sesuatu yang ada padaku tak akan pernah merugikan hidupmu . Jadi , berhentilah bicara atau ku sumpal mulutmu dengan kaos kakiku"
"Uuuh manis sekali , sayangku iniiiii"
Ku rotasikan malas bola mataku . Oh Tuhan , mengapa kau mengirim manusia sepertinya untuk menjadi satu- satunya temanku ? Apa aku tak boleh memiliki teman lain?
"Perhatian anak -anak , kelas kalian memiliki satu siswi pindahan baru . Bersikap baik lah padanya , dan bantulah ia beradaptasi disini . Ayo masuk nak , perkenalkan dirimu"
"Halo semua , perkenalkan namaku Adelia Wijaya Subroto . Kalian bisa memanggilku Adel , mohon kerjasamanya teman - teman"
Aku tercengang mendengar namanya tadi . Ini hanya kebetulan atau apa , tapi namanya mirip dengan marga keluargaku .
"Aku benci pikiranku" Gumaman refleks meluncur begitu saja dari ucapanku .
"Kauuu ,hei dia memiliki 2 nama terakhir yang sama denganmu Xia . Kau dengar?" Ujar Gata dengan kerutan di dahinya yang begitu kentara .
"Sekarang pilihlah kau ingin duduk dimana" Interupsi kepala sekolah
"Bolehkah kalau aku ingin duduk dengannya Jari tangannya mengarah kepadaku .
"Ohhoooooo , kau bisa duduk dengan celine disana . Aku tak mau pindah , karena aku duduk disini untuk menjaga Xiaku ." Sungut Gata.
***
Hari demi hari berlalu , Adel memilih duduk bersama Celine akibat keras kepala seorang Gata meraja . Tak banyak yang aku ketahui tentangnya , tapi saat memikirkan Adel itu justru membuatku takut akan kenyataan dari beberapa asumsi yang berjalan di otakku .
***
"Ayo pergi ke timezone di atas , kau harus banyak bermain agar lebih ekspresif"
Gata menarik lenganku terburu buru hingga tak sengaja aku menyenggol seorang ibu yang tengah menggendong balita .
"Oh tolong maafkan aku nyonya , apa kau baik - baik saja?" Tanyaku sedikit resah.
Ia Nampak terkejut melihatku , dengan sedikit kegugupan yang terbaca ia pun mulai berujar
"Kau Galexia?
"Apa aku mengenalmu nyonya?" Tanyaku sedikit ragu , sebab aku tak pernah melihatnya sebelum ini .
"Bunda , are you okay?"
Mataku membola , bukan karena panggilan yang Adel layangkan pada wanita di hadapanku ini . Melainkan sesosok pria yang ku kenaL dengan raut khawatir tengah berlari kecil ke arah kami .
"Papa?" Suaraku terdengar lirih .
"Xia? kau"
Keterkejutanku membuat segala asumsi sebelumnya mencuat ke permukaan . Otakku seketika kehilangan daya pikirnya . Sebenarnya apa yang tidak ku ketahui selama ini? , apa yang papa dan Kakek sembunyikan dariku?
"Papa sedang rapat bukan? , lalu apa yang papa lakukan disini? siapa wanita ini? dan kenapa Papa datang bersama Adel?" Cecarku bertubi-tubi dengan suara yang kupaksakan tak terdengar seperti isakan .
"Akuu , mmm , kau pulanglah ke rumah . Aku ingin bicara denganmu"
"Rumah yang mana yang kau maksud? Rumah selayaknya sebuah pemakaman itukah? yang di dalamnya hanya ada aku dan beberapa asisten rumah tangga yang bekerja setengah hari , serta selebihnya kakek dan kau yang datang sebentar sebagai pelayat dan aku mayatnya?"
"Jaga bicaramu ! kau kemanakan sopan santunmu terhadap papamu!!!" Bentaknya yang kali ini terasa mencabik seluruh hatiku kurasa .
"Aku tak ingat kapan terakhir kali kau mengajarkanku sesuatu , bukankah selama ini kau menyewa orang untuk mengurus kehidupanku? , jangan lupa kalau kau tak pernah ikut andil dalam kehidupanku"
Kulihat sorot mata yang selalu menyalang kini berubah menjadi sorot mata terluka . Persetan dengan itu . Lepas Sudah , uraian air mata lolos membasahi pipiku . Dengan gerakan cepat Gata membawaku pergi dari situ seakan tau bahwa kini kami semua menjadi tontonan publik .
***
Disinilah aku Sekarang , tempat mama berada , yang kuharapkan sesegera mungkin aku turut berada di sisinya . Tak ada yang bisa kuharapkan lagi dalam kehidupanku , semua seakan telah tertutup awan hitam yang senantiasa menemaniku .
Aku gagal , gagal mendapatkan cinta pertamaku yaitu papa . Ia yang selalu berusaha ku raih kasihnya , tak pernah mau menatapku dengan sayang . Tak ada satupun yang mau memberitahuku mengapa papa memperlakukanku selayaknya orang asing . Dan kakek yang selalu berseteru dengan papa apabila papa tak mau berinteraksi denganku .
Aku selalu bertanya perihal mamaku , kehidupanku , dan masa kecilku . Tapi kakek tak pernah mau mengatakan apapun kecuali perkataan mamamu orang baik , papamu hanya lelah dengan pekerjaan itulah sebabnya ia berprilaku seperti itu , kau mau mengerti kan? begitu katanya .
Seberkas siluet terbayang jelas di hadapanku sehingga membuyarkan segala lamunanku . Sebisa mungkin aku tak akan menatap dirinya .
Aku bukan pria yang baik , aku menyakiti wanita yang melahirkanmu . Isaknya terdengar pilu , kubiarkan ia melanjutkan kalimatnya .
Perjodohan membuatku harus menikahinya , ancaman dari ayah yang ingin keturunan dari wanita ini mengguncang jiwaku . Sedang posisiku dalam cinta yang mendalam terhadap wanita yang kau temui hari ini . Aku hanyalah ingin menjalani hidup bahagiaku bersama wanita yang ku kasihi . Akhirnya akupun tak memiliki pilihan , aku terpaksa menikah dengan dua wanita sekaligus . Aku diam , masih tak berniat menyela ujarannya .
Singkat cerita , malam itu saat mamamu menyelamatkan wanitaku yang nyaris terjatuh sialnya malah ia yang terjatuh dengan pendarahan karena kondisinya yang hamil besar , aku ketakutan . Dokter bilang hanya ada satu yang bisa diselamatkan , mamamu memintaku untuk menyelamatkan dirimu . Tapi entah bagaimana perasaanku , aku sangat terpukul dan tidak rela akan pilihannya . Mungkin kebersaaan kita membuatku perlahan mulai mencintainya . Kematiannya malam itu ternyata mampu mengguncang jiwaku . Aku mengalami depresi parah selama beberapa bulan
Penyesalan demi penyesalan menghantuiku mulai saat kematiannya , aku merasa takut untuk menjadi ayah bagimu . Aku takut mengecewakanmu , untuk itu aku selalu menghindari interaksi denganmu . Aku tak pernah membencimu sayang , aku hanya merasa bersalah saat menatap manik matamu yang memiliki kemiripan dengan mamamu . Hanya itu , maafkan .. maafkan papa brengsekmu ini Tangan kekarnya berusaha merengkuhku yang kemudian ku tolak namun aku tak kuasa melawan .
Sore itu kami menumpahkan masing – masing emosi dalam jiwa . Hanya suara raungan tangis yang berbicara diantara kami . Sore itu di pemakaman mama , pertama kalinya aku merasakan hangatnya pelukan seorang papa . Sungguh kecewaku terlampau besar padanya , namun cintaku mengalahkan segalanya . Dari sini aku memahami bahwasannya penilaian harus memperhatikan dua sudut pandang yang saling bersangkutan , karena apa – apa yang dianggap buruk sejatinya memiliki sisi yang ingin diperhatikan juga .
Aku tak bisa menyalahkan papa , karena disini nyatanya tak ada yang tak berdarah hatinya . Ia adalah korban dari masa lalunya , dan aku adalah dampak berkelanjutan atas masa itu . Kami pun memutuskan untuk memulai semua dari awal , tidak untuk melupa sejarah lama namun untuk mengambil hikmah darinya . Kini aku memiliki keluarga utuh dengan dua saudara tiriku . Ku harap mama tak menghawatirkanku di alam sana , pada akhirnya aku mendapatkan cinta yang kudamba dari papa , cinta pertamaku .
-End-
Komentar
Posting Komentar